Strategi yang dapat dilakukan dalam jangka pendek antara lain, kembali menaikkan suku bunga acuan dan intervensi di pasar Surat Berharga Negara (SBN) serta di pasar valuta asing.
Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Eric Sugandi mengatakan risiko nilai tukar rupiah menuju posisi Rp15 ribu per dolar AS ini masih terbuka. Posisi ini sudah dianggap terlalu jauh dari nilai fundamental mata uang.
Pelaku pasar juga melihat bahwa nilai tukar yang menembus Rp15 ribu sudah melewati batas psikologisnya, sehingga bisa membuat pasar modal panik.
Dengan begitu, Eric yakin BI tak akan berpangku tangan, sebab kunci penguatan nilai tukar ada di kebijakan otoritas moneter tersebut. Dia memprediksi, BI akan melanjutkan aksi beli SBN dan menjual dolar AS dalam volume besar dalam waktu dekat.
BI diperkirakan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke angka 5,75 persen di bulan depan.
"Yang bisa dilakukan adalah intervensi BI di pasar valas dan SBN serta kenaikan BI 7 Days Reverse Repo Rate agar rupiah tidak terlalu terpuruk sambil menunggu kondisi eksternal membaik," jelas Eric kepadaCNNIndonesia.com, Jumat (31/8).
Ia melanjutkan, strategi BI dibutuhkan karena itu langkah stabilisasi paling cepat.
Pemerintah memang punya rencana untuk menurunkan defisit neraca transaksi berjalan agar nilai tukar rupiah punya daya tahan. Maklum saja, pelemahan defisit transaksi berjalan yang mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) telah berkontribusi terhadap keoknya rupiah di hadapan dolar AS.
Namun, kebijakan implementasi pencampuran biodiesel sebesar 20 persen terhadap BBM jenis Solar (B-20) dan pembatasan impor sejatinya butuh implementasi yang lama. Dampaknya pun tidak bisa dirasakan dalam jangka pendek.
"Saya pikir BI akan berusaha menjaga agar volatilitas rupiah tidak terlalu besar dan supaya rupiah tdk cepat tergelincir tembus ke Rp15 ribu per dolar AS," jelas dia.
Senada, Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengharapkan BI menjadi tulang punggung stabilisasi mata uang dalam waktu cepat.
Pasalnya, langkah pemerintah untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan punya dampak yang tidak cepat. Tidak semua komponen defisit transaksi berjalan bisa dikendalikan pemerintah.
Sebagai contoh, arus pendapatan primer yang angkanya mencapai defisit Rp8,2 miliar pada kuartal II lalu lebih disebabkan karena bertepatan dengan pembayaran dividen perusahaan. Selain itu, dari sisi ekspor, pemerintah pun tidak bisa bergerak banyak lantaran ini tergantung dengan permintaan global.
"Agak sulit untuk keluar dari defisit transaksi berjalan karena asing banyak mengambil pendapatannya dari Indonesia. Itu normal saja, karena itu konsekuensi dari direct investment. Tapi itu hal yang tak bisa dikendalikan. Jadi untuk defisit transaksi berjalan, yang bisa dikontrol ya dari sisi impor saja," jelas dia.
Meski demikian, defisit transaksi berjalan secara tren akan menurun di kuartal III dan IV. Dari situ, ia melihat ada peluang nilai tukar rupiah bisa kembali terangkat.
Nilai tukar rupiah sendiri berada di posisi Rp14.829 per dolar AS pada perdagangan sore ini, Jumat (31/8). Sebelumnya rupiah bahkan sempat menyentuh posisi Rp14.884 per dolar AS, setelah pagi tadi berada di Rp14.710 per dolar AS.
Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp14.711 per dolar AS pada hari ini.
Langkah intervensi sudah dilakukan BI yang dibuktikan dengan menurunnya cadangan devisa dari US$131,98 miliar di awal tahun menjadi US$118,3 miliar pada Juli kemarin. (lav/bir)
#berita ini telah terbit di CNN