FS--Sumatera Barat dengan Ibukotanya di Kota Padang, merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang di anugerahi keindahan alam yang luar biasa serta adat istiadat yang begitu kental dengan Syariat Islam. Masyarakat negeri Minangkabau ini secara tradisi turun temurun mewarisi dan mewariskan falsafah “hidup bersanding adat, adat bersanding Syara’, Syara’ Bersanding Kitabullah”. Sehingga tak mengherankan bila seantero tanah minangkabau bertabur Masjid dan surau, dari pusat kota Padang hingga ke pusat pertanian di tengah pesawahan akan dengan mudah ditemui masjid ataupun surau.
Era awal pembangunan
Perjalanan sejarah Masjid Nurul Iman Kota Padang ini cukup berliku liku mulai dari pertama dibangun kemudian beberapa kali mengalami kerusakan parah hingga nyaris hancur sampai ahirnya bermetamorfosis ke bentuknya yang kini kita lihat begitu indah dan megah serta menjadi salah satu ikon kota Padang.
Pembangungan masjid Nurul Iman dimulai tanggal 26 September 1958 dengan dari Kepala Operasi Kodam III/ 17 Agustus, ketika itu Propinsi Sumatera Barat dibawah pemerintahan Gubernur Kaharudin Datuk Rangkayo Baso (Menjabat 1958~1965) dan juga sumbangan dari Menteri agama saat itu. Lahan untuk masjid ini seluas 1,18 hektar bangun masjid nya sendiri berlantai dua dengan masing-masing seluas 2.674 M2 dan berada di pusat kota Padang.
Sepanjang masa orde lama, pembangunan masjid ini berjalan begitu lamban sampai akhirnya terbengkalai. Baru pada tahun 1966 Paska Gerakan 30 September/PKI, pembangunan masjid ini dibantu pemerintah. Dan sejak itu Gubernur berikutnya Harun Zain (Menjabat 1967~1977) bisa lebih nyaman melanjutkan pembangunan Masjid Nurul Iman. Namanya pun sudah berganti jadi Nurul Iman. Ditetapkan dengan SK Gubernur Sumbar No Kemasj.025/GSB/66 tanggal 10 Maret 1966. Penyelesaian pembangunan masjid ini ketika itu menghabiskan dana sekitar Rp. 300 juta, selain dari dana yang berasal dari jemaah juga mendapat uluran tangan pemerintah. Presiden Soeharto mengirimkan sumbangan sekitar Rp 40 juta untuk membantu pembangunan masjid ini.
Pembangungan masjid Nurul Iman dimulai tanggal 26 September 1958 dengan dari Kepala Operasi Kodam III/ 17 Agustus, ketika itu Propinsi Sumatera Barat dibawah pemerintahan Gubernur Kaharudin Datuk Rangkayo Baso (Menjabat 1958~1965) dan juga sumbangan dari Menteri agama saat itu. Lahan untuk masjid ini seluas 1,18 hektar bangun masjid nya sendiri berlantai dua dengan masing-masing seluas 2.674 M2 dan berada di pusat kota Padang.
Sepanjang masa orde lama, pembangunan masjid ini berjalan begitu lamban sampai akhirnya terbengkalai. Baru pada tahun 1966 Paska Gerakan 30 September/PKI, pembangunan masjid ini dibantu pemerintah. Dan sejak itu Gubernur berikutnya Harun Zain (Menjabat 1967~1977) bisa lebih nyaman melanjutkan pembangunan Masjid Nurul Iman. Namanya pun sudah berganti jadi Nurul Iman. Ditetapkan dengan SK Gubernur Sumbar No Kemasj.025/GSB/66 tanggal 10 Maret 1966. Penyelesaian pembangunan masjid ini ketika itu menghabiskan dana sekitar Rp. 300 juta, selain dari dana yang berasal dari jemaah juga mendapat uluran tangan pemerintah. Presiden Soeharto mengirimkan sumbangan sekitar Rp 40 juta untuk membantu pembangunan masjid ini.
Dihajar Ledakan Bom
Tahun 1976 masjid ini sudah mendekati penyelesaian akhir dan sudah difungsikan untuk sholat jum’at, meskipun proses penyelesaian tahap ahir masih terus dikerjakan. Namun dua tahun kemudian masjid yang sudah menjadi kebanggaan Masyarakat kota Padang ini lagi lagi mengalami pengalaman buruk.
11 November 1976 pukul 22.20 malam hari, sebuah ledakan bom merusak masjid ini. Berdasarkan keterangan dari pihak keamanan dibawah Pangkomkamtib Sudomo disebutkan bahwa Imzar Zubil, dari Komando Jihad yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Masih menurut pihak keamanan, bom tersebut sepertinya di atur untuk meledak ketika pelaksanaan ibadah sholat Jum’at ke-esokan harinya, namun bom tersebut meledak lebih dini, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa.
Ledakan bom tersebut menyebabkan loteng mesjid di lantai satu berantakan sepanjang 30 x 2 meter. Jendela kaca di beberapa bagian pecah, sementara lobang angin (ventilasi) lantai dua menjadi bolong selebar satu meter persegi. Meski sempat ditutup sementara untuk penyelidikan, namun menjelang waktu sholat jum’at masjid ini kembali dibuka untuk umum. Sampai kini pelaku bom tersebut belum pernah berhasil ditangkap oleh pihak berwenang.
Ketika Provinsi Sumatera Barat dibawah pimpinan Gubernur H. Zainal Bakar SH (2000~2005) masjid ini di rombak total. Atas kebijakan beliau masjid ini rencananya dibongkar untuk membuatnya menjadi lebih besar dan indah, namun sampai masa jabatan beliau berahir, proses pengerjaan masjid ini malah terkesan terbengkalai. Proses peribadatan terganggu dan memicu kekecewaan berbagai kalangan. Sampai masa peralihan tugas gubernur Sumbar dari H. Zainal Bakar SH dengan Gamawan Fauzi (menjabat 2005~2009), masjid itu sudah dibongkar sebagian. Akibatnya Masjid Nurul Iman beberapa waktu lamanya tidak bisa digunakan.
Di tahun kedua pemerintahan Gunernur Gamawan Fauzi dan Wakil Gubernur Marlis Rahman, Masjid Nurul Iman akhirnya dapat berdiri kukuh kembali dengan perubahan arsitektur dan penggunaan aplikasi struktur bangunan tahan gempa. Sejumlah 18,4 miliar rupiah dana dari APBD propinsi sumar dikucurkan pemerintah untuk menylesaikan renovasi total masjid ini.
11 November 1976 pukul 22.20 malam hari, sebuah ledakan bom merusak masjid ini. Berdasarkan keterangan dari pihak keamanan dibawah Pangkomkamtib Sudomo disebutkan bahwa Imzar Zubil, dari Komando Jihad yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Masih menurut pihak keamanan, bom tersebut sepertinya di atur untuk meledak ketika pelaksanaan ibadah sholat Jum’at ke-esokan harinya, namun bom tersebut meledak lebih dini, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa.
Ledakan bom tersebut menyebabkan loteng mesjid di lantai satu berantakan sepanjang 30 x 2 meter. Jendela kaca di beberapa bagian pecah, sementara lobang angin (ventilasi) lantai dua menjadi bolong selebar satu meter persegi. Meski sempat ditutup sementara untuk penyelidikan, namun menjelang waktu sholat jum’at masjid ini kembali dibuka untuk umum. Sampai kini pelaku bom tersebut belum pernah berhasil ditangkap oleh pihak berwenang.
Ketika Provinsi Sumatera Barat dibawah pimpinan Gubernur H. Zainal Bakar SH (2000~2005) masjid ini di rombak total. Atas kebijakan beliau masjid ini rencananya dibongkar untuk membuatnya menjadi lebih besar dan indah, namun sampai masa jabatan beliau berahir, proses pengerjaan masjid ini malah terkesan terbengkalai. Proses peribadatan terganggu dan memicu kekecewaan berbagai kalangan. Sampai masa peralihan tugas gubernur Sumbar dari H. Zainal Bakar SH dengan Gamawan Fauzi (menjabat 2005~2009), masjid itu sudah dibongkar sebagian. Akibatnya Masjid Nurul Iman beberapa waktu lamanya tidak bisa digunakan.
Di tahun kedua pemerintahan Gunernur Gamawan Fauzi dan Wakil Gubernur Marlis Rahman, Masjid Nurul Iman akhirnya dapat berdiri kukuh kembali dengan perubahan arsitektur dan penggunaan aplikasi struktur bangunan tahan gempa. Sejumlah 18,4 miliar rupiah dana dari APBD propinsi sumar dikucurkan pemerintah untuk menylesaikan renovasi total masjid ini.
Diresmikan oleh Wapres Jusuf Kalla
Dan pada tanggal 7 Juli 2007, proses renovasi total masjid ini diresmikan oleh Wakil Presiden, M Jusuf Kalla. Saat upacara peresmian tersebut sebenarnya masjid ini belum sepenuhnya rampung. Bangunan Menara lama masih dalam proses pengerjaan untuk dibuat lebih tinggi dan lebih indah, namun karena upacara peresmian sudah akan dilaksanakan, panitia kemudian menutup bangunan tersebut dengan sepanduk besar bergambar foto Wapres beserta istri, poster tersebut yang kemudian menjadi bahan candaan Pak Kalla kepada Bu Mufidah (istri beliau) dan panitia pembangunan Masjid serta gubernur Sumbar, Gamawan Fauzi.
#berbagai sumber