Fokussumatera.com - Penyakit Tidak Menular (PTM), termasuk Diabetes, saat ini telah menjadi ancaman serius kesehatan global. Dikutip dari data WHO 2016, 70% dari total kematian di dunia dan lebih dari setengah beban penyakit. 90-95% dari kasus Diabetes adalah Diabetes Tipe 2 yang sebagian besar dapat dicegah karena disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat.
Indonesia juga menghadapi situasi ancaman diabetes serupa dengan dunia. International Diabetes Federation (IDF) Atlas 2017 melaporkan bahwa epidemi Diabetes di Indonesia masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Indonesia adalah negara peringkat keenam di dunia setelah Tiongkok, India, Amerika Serikat, Brazil dan Meksiko dengan jumlah penyandang Diabetes usia 20-79 tahun sekitar 10,3 juta orang.
Sejalan dengan hal tersebut, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) memperlihatkan peningkatan angka prevalensi Diabetes yang cukup signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018; sehingga estimasi jumlah penderita di Indonesia mencapai lebih dari 16 juta orang yang kemudian berisiko terkena penyakit lain, seperti: serangan jantung, stroke, kebutaan dan gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian.
Diabetes merupakan masalah epidemi global yang bila tidak segera ditangani secara serius akan mengakibatkan peningkatan dampak kerugian ekonomi yang signifikan khususnya bagi negara berkembang di kawasan Asia dan Afrika. Data IDF juga menunjukkan bahwa biaya langsung penanganan Diabetes mencapai lebih dari 727 Milyar USD per-tahun atau sekitar 12% dari pembiayaan kesehatan global. Data Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga menunjukkan peningkatan jumlah kasus dan pembiayaan pelayanan Diabetes di Indonesia dari 135.322 kasus dengan pembiayaan Rp 700,29 Milyar di tahun 2014 menjadi 322.820 kasus dengan pembiayaan Rp 1,877 Trilliun di tahun 2017.
Menurut Menteri Kesehatan RI, upaya efektif untuk mencegah dan mengendalikan diabetes harus difokuskan pada faktor-faktor risiko disertai dengan pemantauan yang teratur dan berkelanjutan dari perkembangannya karena faktor risiko umum PTM di Indonesia relatif masih tinggi, yaitu 33,5% tidak melakukan aktivitas fisik, 95% tidak mengonsumsi buah dan sayuran, dan 33,8% populasi usia di atas 15 tahun merupakan perokok berat.
“Oleh karena itu, perubahan gaya hidup harus dimasukkan dalam intervensi awal untuk komunitas berisiko,” tegas Menkes Nila F. Moeloek saat menjadi salah satu Panelis pada Ministerial Conference on Diabetes (MCOD) tanggal 26-27 November 2018 di Singapura.
MCOD diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan Singapura untuk tujuan menempatkan pentingnya manfaat pencegahan dan pengendalian Diabetes dalam agenda global, saling berbagi best practices internasional; pengalaman dan inovasi dalam memodifikasi faktor risiko diabetes; serta membangun kapasitas dalam meningkatkan kesehatan masyarakat dan gaya hidup sehat.
Menkes berbicara mengenai langkah-langkah strategis Pemerintah Indonesia mencegah dan mengendalikan diabetes pada 4 kesempatan yaitu Diskusi Panel II (Tackle Diabetes through Supportive Environments), Ministers Working Breakfast, Ministerial Round Table dan ASEAN Health Ministers Meeting Luncheon.
Menkes menegaskan komitmen Indonesia untuk mencegah dan mengendalikan Diabetes melalui pemberdayaan masyarakat. Sebagai bagian dari upaya pencegahan dan pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Pemerintah Indonesia telah membentuk Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM, sebagai upaya terdepan pencegahan dan pengendalian PTM.
Pencegahan dan pengendalian diabetes jelas membutuhkan perhatian semua orang dan juga kebijakan nasional dengan pendekatan revolusioner. Penyelesaian masalah diabetes terkait dengan perubahan perilaku dan membangun sinergi positif antar K/L untuk menumbuhkan iklim yang kondusif pada aspek pencegahan dan perubahan perilaku pada tingkat individu, keluarga dan masyarakat serta institusi seperti tempat kerja. 3 (tiga) hal utama perlu dilakukan yakni (1) perubahan perilaku yang terkait makanan sehat dan berimbang, aktivitas fisik, menghindarkan diri dari rokok dan alkohol; (2) melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala; dan (3) perbaikan tatalaksana penanganan penderita dengan memperkuat pelayanan kesehatan primer, akan menjadi prioritas dalam beberapa tahun ke depan.
Seperti diungkapkan oleh Direktur Jenderal WHO, dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, melalui Video Message di MCOD, tiga strategi untuk mempercepat program pencegahan dan pengendalian Diabetes adalah Prevention, Prevention and Prevention.
Hal senada juga diungkapkan oleh Menkes bahwa kekuatan Cegah, Cegah dan Cegah dapat dimulai dari pendekatan penguatan pelayanan kesehatan di tingkat primer untuk mencegah dan mengendalikan Diabetes. Pendekatan ini terbukti efektif untuk menurunkan faktor risiko PTM, yaitu: dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya PTM; dan dengan menyiapkan lingkungan yang sehat bagi masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat harus bisa menjadi lebih pintar untuk memilih apa yang perlu mereka konsumsi untuk mencegah Diabetes.
Untuk itu, Indonesia juga menekankan pentingnya food labelling untuk peringatan kepada masyarakat mengenai makanan dan minuman yang tidak sehat (terlalu banyak mengandung gula, garam dan lemak). Saat ini, Indonesia telah mengeluarkan peraturan untuk industri makanan/minuman kemasan dan siap saji untuk mencantumkan kandungan gula, garam dan lemak dalam makanan olahan. Penting juga untuk memastikan ketersediaan lebih banyak pilihan dalam makanan sehat dan minuman di pasar untuk mendukung orang-orang mengalihkan konsumsi mereka dari pengolahan makanan dan minuman ringan ke makanan rumah tangga dan minuman sehat.
Inovasi-inovasi dalam pencegahan dan pengendalian serta pengobatan diabetes juga dinilai sangat penting untuk dilakukan, diantaranya pentingnya diabetes registry, penggunaan aplikasi pada telepon seluler untuk pencegahan risiko dan kontrol, peringatan otomatis secara reguler untuk olah raga pada area publik (bandara, stasiun, pasar, super market). Inovasi juga perlu dilakukan pada aspek pembiayaan antara lain yang dikembangkan Spanyol dan Italia dalam model pelayanan kesehatan dan integrasi pelayanan kesehatan PTM oleh Belanda, Perancis, Jerman dan Inggris. Selain itu juga dibahas perlunya pengkajian lebih lanjut dalam rekayasa genetika untuk mengurangi penderita Diabetes Tipe 1.
Menkes menambahkan, untuk mencapai keberhasilan upaya pencegahan dan pengendalian Diabetes, diperlukan kerja sama pemangku kepentingan lain di luar sektor kesehatan, baik lintas sektoral di tingkat nasional, kerja sama kawasan (regional) maupun secara global.
Konferensi MCOD berhasil menyepakati pemahaman bersama para pemangku kepentingan mengenai kebutuhan mendesak untuk menangani ancaman epidemi Diabetes yang terus meningkat. Diperlukan kerja sama global, regional, dan peningkatan kapasitas masing-masing negara dengan pendekatan multisektor untuk pencegahan dan pengendalian Diabetes.
Seperti yang sering terjadi di banyak negara, memang bukan tugas yang mudah untuk berkolaborasi dengan Kementerian/Lembaga lain (Kemenko PMK, Bappenas, Kemenkeu, Kemenaker, Kementan, Kemenpora, Kemendikbud, Kemenhub, Kemenperin, Kemendag dan BPOM) untuk mengarusutamakan masalah kesehatan pada program sektor. Namun, Kemenkes terus memberikan upaya terbaik untuk mendukung pencegahan dan pengendalian Diabetes.
# dan | Humas Kemenkes/drg. Widyawati, MKM
No comments:
Post a Comment