Breaking News

Sunday, March 17, 2019

Bermain Dengan Hukum Allah


        Oleh: Eva Rahmawati (Member Akademi Menulis Kreatif)

Fokussumatera.com - Polemik penjualan saham perusahaan bir PT Delta Djakarta Tbk. (PT DLTA) masih tarik-menarik antara Pemprov DKI Jakarta dengan DPRD. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai, keputusan penjualan saham perusahaan besar BUMD butuh pembahasan bersama dengan anggota dewan.

Anies menilai, alasan melepas saham perusahaan bir itu karena tidak sesuai dengan fungsi BUMD. Ia menilai, harusnya pemerintah bekerja sesuai amanat UUD, bukan sebagai pebisnis. (Jawapos.com, 13/3/19)

Untuk memuluskan niatan penjualan saham tersebut Gubernur Anies Baswedan telah mengirim surat permohonan persetujuan sampai dua kali kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi pada tanggal 16 Mei 2018 dan 31 Januari 2019. Namun sampai saat ini, penolakan Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi belum berubah. 

Sebelumnya penolakan tersebut diungkapkan pada Selasa, 5/3/19. Menurut Pras begitu sapaanya mengatakan, perusahaan bir tersebut tak merugikan Pemrov DKI. Bahkan menghasilkan dividen hampir lebih dari Rp50 miliar dalam setahun. (sindonews.com, 5/3/19)

Untuk diketahui, PT Delta Djakarta Tbk. memegang lisensi produksi dan distribusi beberapa merek bir internasional. Dalam laporan kepemilikan saham PT Delta Djakarta di laman resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), www.idx.co.id, saham Pemprov DKI tercatat bertambah hampir 3 persen, dari 23,33 persen dari tahun 1970 menjadi 26,25 persen per 25 Februari 2019, dengan keuntungan sekitar Rp 37 miliar hingga Rp 50 miliar.

Di kalangan fraksi-fraksi partai yang ada di DPRD DKI juga ada yang pro dan kontra, ada yang setuju dan ada pula yang menolak dengan berbagai pertimbangan dan alasan, salah satu yang kontra adalah Fraksi PDIP DPRD Jakarta, menurut ketuanya Gembong Warsono, mengungkapkan bahwa DPRD DKI hanya membutuhkan kajian yang lengkap, soal rencana Pemprov DKI untuk menjual 26,25 persen saham yang dimiliki di PT Delta Djakarta TBK. Apalagi menurutnya dari seluruh yang ada PT Delta Djakarta Tbk., adalah salah satu BUMD yang paling sehat.

Kapitalisme Demokrasi Membuka Peluang Bisnis Haram

Rencana Gubernur Anies Baswedan melepas 26,5 persen saham dalam bisnis haram tersebut disinyalir untuk menepati salah satu janji kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017, bahwa dalam kepemimpiannya akan 'merapikan' bisnis haram.

Sebelumnya pada tahun lalu Gubernur Anies Baswedan telah mencabut izin usaha atau Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) PT Grand Ancol Paragon, perusahaan yang menaungi Alexis. Alexis adalah tempat hiburan malam yang terbukti menjalankan prostitusi dan perdagangan manusia. Itulah yang menjadi alasan Gubernur Anies Baswedan menutup Alexis.

Namun, apakah upaya Gubernur DKI Jakarta menutup segala bisnis haram berhasil? Jika pun berhasil apakah ada jaminan bisnis haram tersebut tidak muncul kembali? Mengingat dalam sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan negeri ini, membuka peluang tumbuhnya bisnis haram tersebut. Bagaimana tidak? Asas sistem demokrasi adalah sekularisme (memisahkan agama dalam kehidupan), maka agama dijauhkan perannya dalam mengatur negara termasuk soal bisnis.

Alhasil bisnis yang dijalankan tidak mengenal halal-haram. Bahkan, menghalalkan segala cara. Tak peduli bisnis tersebut haram, yang terpenting memberi keuntungan finansial, why not? Artinya sistem demokrasi dengan lancang mempermainkan hukum Allah, menghalalkan apa yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah SWT.

Sumber Kejahatan

Sungguh, dalam sistem demokrasi kapitalisme asas manfaat menjadi priotitas utama. Soal dampak buruk yang dihasilkan itu urusan belakangan. Padahal semua tahu bahwa miras lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Mengkonsumsi miras berdampak buruk bagi kesehatan, baik kesehatan fisik maupun psikis, parahnya menyebabkan kecanduan hingga kematian.

Di samping itu miras merupakan pangkal berbagai macam kejahatan. Baru-baru ini, seorang WN Jepang nyaris diperkosa oleh oknum komandan regu sekuriti apartemen di Jakarta Selatan, dan pelakunya diberitakan dalam keadaan  mabuk. (detik.com, 29/11/18). Bahkan pada malam tahun baru seorang bocah 2 tahun menjadi korban perkosaan dan pelakunya dalam pengaruh minuman beralkohol. (lihat, KOMPAS.com, 1/1/19).

Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016, faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan salah satunya adalah suami yang 'hobi minum'.

Faktor suami yang pernah minum miras, perempuan dengan kondisi suami tersebut cenderung 1,56 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang suaminya tidak pernah minum miras. Begitu juga dengan perempuan yang memiliki suami suka mabuk minimal seminggu sekali, beresiko 2,25 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah mabuk. (Infopublik.id)

Menurut Kabid Humas Polda Sulut Komisaris Besar Ibrahim Tompo, miras merupakan faktor penyebab tindakan kriminal penganiayaan hingga menyebabkan korban jiwa. (Tribunmanado.co.id, 7/2/19)

Miras juga menjadi pemicu beberapa tawuran massal yang pernah terjadi di beberapa daerah hingga menyebabkan sejumlah korban tewas. Begitu juga tak sedikit orang yang tewas menenggak miras.

Melihat realita yang ada membuktikan bahwa miras merupakan sumber keburukan, namun anehnya pemprov DKI Jakarta justru turut andil dalam memproduksinya, dengan menanam saham di PT Delta Djakarta Tbk. yang sudah berlangsung cukup lama. Anehnya negara hanya diam.

Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah lebih memikirkan kepentingan segelintir pengusaha dan keuntungan yang tak seberapa, dengan mengorbankan keselamatan dan moralitas masyarakat. Inilah keanehan demokrasi.

Kerja aparat keamanan memberantas tindak kriminal akan percuma jika 'biang kejahatan' justru diproduksi dan difasilitasi peredarannya oleh negara. Miras dengan label bea cukai disebut legal, dengan itu negara dapat pemasukan dari bisnis haram tersebut. Maka tak heran, operasi pemberantasan miras yang disasar adalah hanya untuk miras ilegal, sedang miras legal 'aman' dari sentuhan aparat.

Sistem Islam Memberantas Miras dan Menjaga Umat

Sistem Islam bersumber dari wahyu Ilahi, untuk mengatur hidup makhluknya agar senantiasa dalam koridor yang diridhai Allah SWT. Di samping mengatur hubungan dengan al-Khaliq (akidah dan ibadah), Islam juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (ekonomi, pendidikan, sosial kemasyarakatan, politik, dsb) dan manusia dengan dirinya (makanan, minuman dan akhlak).

Dalam hal makanan dan minuman, kita diperintahkan untuk makan dan minum yang halal dan toyib saja. Wajib bagi kita menjauhi makanan dan minuman yang diharamkan, termasuk di dalamnya memakan atau meminum hal yang memabukkan, sebagaimana sabda Rasulullah saw.;

“Setiap yang memabukkan adalah haram, dan apa saja yang banyaknya dapat memabukkan, maka sedikitnya (juga) haram.” (HR. Ibnu Majah).

Islam juga dengan tegas mengharamkan khamr/miras. Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan. (QS. al-Maidah: 90)

Rasulullah saw. juga sudah memperingatkan:

Jauhilah khamr, karena sesungguhnya ia adalah kunci semua keburukan. (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi)

Islam juga mengharamkan semua hal yang terkait dengan khamr (miras), termasuk produksi, penjualan, kedai dan hasil darinya, dsb. Rasul saw. bersabda:

Allah melaknat khamr dan melaknat orang yang meminumnya, yang menuangkannya, yang memerasnya, yang minta diperaskan, yang membelinya, yang menjualnya, yang membawakannya, yang minta dibawakan, yang makan harganya. (HR. Ahmad)

Karena itu sistem Islam akan melarang produksi khamr (miras), tidak seperti dalam sistem demokrasi kapitalisme, negara justru berperan dalam memproduksi dan memfasilitasi peredaran barang haram tersebut. Dalam sistem Islam, negara akan melarang penjualan miras, tempat-tempat yang menjualnya, peredarannya, dsb. Orang yang melanggarnya berarti melakukan tindakan kriminal dan dia harus dikenai sanksi ta'zir.

Dengan semua itu, syariah Islam menghilangkan pasar miras. Tak ada celah sedikitpun untuk produksi miras, penjualan, peredarannya dan tempat penjualannya di tengah masyarakat. Dengan itu Islam menutup salah satu pintu semua keburukan. Islam menjaga dan menyelamatkan umat dari bahaya yang mungkin timbul karena khamr.

Dengan demikian, upaya pemberantasan miras hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam. Sistem yang menerapkan secara utuh hukum-hukum Allah SWT. Sehingga impian kita untuk mewujudkan masyarakat yang tenteram, bersih, bermartabat dan bermoral tinggi akan tercapai.

Wallahu a'lam bishshowab.

About Me


Bofet%2BHP
BOFET HARAPAN PERI JL. SAMUDRA No 1 KOMP. PUJASERA PANTAI PADANG
SELAMAT DATANG DI SEMOGA BERMANFAAT!