Oleh: Yanyan Supiyanti A.Md
(Pengajar di Sekolah Tahfidz & Member Akademi Menulis Kreatif)
Fokussumatera.com - Muslim dan kafir adalah istilah yang telah digunakan 1500 tahun yang lalu, dan tidak pernah menimbulkan permasalahan.
Hari ini menjadi sesuatu yang menjadi masalah oleh kalangan tertentu.
Dilansir Tempo.co pada tanggal 3 Maret 2019, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berencana mensosialisasikan usulan penghapusan sebutan kafir ke nonmuslim Indonesia. Ketua PBNU Robikin Emhas mengatakan sosialisasi ini akan dilakukan kepada pihak-pihak terkait.
Usulan penghapusan sebutan kafir ke nonmuslim Indonesia tercetus dalam sidang komisi bahtsul masail maudluiyyah Musyawarah Nasional Alim Ulama NU. Sidang itu mengusulkan agar NU tidak menggunakan sebutan kafir untuk warga negara Indonesia yang tidak memeluk agama Islam.
Pimpinan sidang, Abdul Moqsith Ghazali, mengatakan para kiai berpandangan penyebutan kafir dapat menyakiti para nonmuslim di Indonesia.
Istilah Muslim dan kafir adalah istilah yang murni digunakan oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya untuk membedakan kaum yang beriman dan kaum yang ingkar.
Secara bahasa, kata kafir berarti orang yang ingkar atau menyembunyikan. Secara terminologi Islam, kafir berarti orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran Islam dan orang yang menolak Islam.
Seseorang yang merasa terhina dengan sebutan tersebut berarti tidak memahami kafir menurut terminologi Islam. Karena kalau dia memahami istilah tersebut, hal itu justru menjadikan dia merasa tidak sama sekali dihinakan.
Kata kafir dan derivasinya terulang ratusan kali dalam al-Qur'an. Sebagaimana salah satu firman Allah Ta'ala, dalam surat at-Taghabun ayat 2, yang artinya:
"Dialah yang menciptakan kamu, lalu diantara kamu ada yang kafir dan diantara kamu (juga) ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Upaya-upaya kaum sekuler-pluralis-liberal(sepilis) untuk merusak Islam dengan semakin berani mengotak-atik ayat Allah Ta'ala, akan terus terjadi sepanjang rezim sekuler dengan sistem demokrasinya berkuasa di tengah-tengah umat.
Kata kafir dipermasalahkan, namun label "teroris", "radikal", "intoleran", "mengancam NKRI", dan lain-lain, hanya karena menolak pemimpin kafir, ingin menerapkan syariah Islam secara kaffah, anti terhadap neo-liberalisme, atau menyerukan Khilafah, tidak dipermasalahkan.
Untuk mencegah berkembangnya paham dan gerakan sepilis yang melawan Islam, saatnya mencampakkan sistem selain Islam yang telah terbukti mendatangkan musibah demi musibah. Sudah saatnya kembali pada syariah Islam yang berasal dari Allah Ta'ala.
Hal itu hanya bisa diwujudkan dibawah sistem yang dicontohkan dan ditinggalkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan generasi selanjutnya. Itulah sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Inilah yang harus diperjuangkan oleh seluruh umat Islam.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.[]