Oleh : Hawilawati
(Member Revowriter Tangerang)
Fokussumatera.com - Bagaikan orang yang sedang kasmaran, melihat topinya saja sudah dag dig dug. Mendengar suaranya saja senangnya minta ampun, ya itulah cinta manusia kepada pujaannya. Bahkan tak sedikit merelakan apa yang dimilikinya untuk pujaan hatinya tersebut. Dalam Islam mencinta lawan jenis adalah fitrah yg tak bisa dihilangkan, namun Islam punya cara khas untuk merealisasikan cinta semu itu menjadi suci dan halal. Khitbah, pernikahan dan sunnah untuk dilanjutkan dengan Walimatul ursy. Disitu ada pengorbanan, kerelaan dan kesetiaan. Disitulah cinta manusia terhadap manusia untuk saling menyempurnakan agamanya.
Tatkala manusia menautkan cintanya kepada manusia dengan mengarahkan segala pengorbanan, maka sejatinya manusia menautkan cintanya kepada Sang Pemilik Cinta harus melebihi dari pengorbanan kepada manusia.
Adakalanya cinta sesama manusia tak tersampaikan dan hanya bertepuk sebelah tangan. Namun cinta manusia kepada Robbnya, pasti tak akan berpeluang bertepuk sebelah tangan. Ketika manusia menautkan hatinya untuk menggapai cinta Allah, pasti Dia akan membalasnya jauh lebih indah dari apa yang manusia berikan dan korbankan.
Inilah yang dilekatkan kuat kecintaan Baginda Rosulullah kepada Robbnya, rela mengorbankan jiwa, raga, harta dan orang yang sangat dicintainya serta kesenangan dunia lainnya hanya untuk perjuangan Islam hingga Allahpun menempatkan dirinya sebagai kekasihNya.
Begitupun Khodijah Binti Khuwailid istri Baginda Rosulullah adalah seorang istri yang sempurna, ia memenuhi 4 persyaratan sebagai wanita yang berharta, kedudukannya tinggi di masyarakat karena keturunan bangsawan, wajahnya rupawan, dan agamanya amat baik.
Ketika Rasulullah mendapat penentangan dari kaum Quraisy yang tidak menerima dakwah beliau, bahkan para bangsawan Mekkah banyak yang menentang keras risalah beliau dengan melakukan penyiksaan, pengusiran dan pemboikotan, Khadijah binti Khuwailid mengorbankan semua harta yang dimilikinya untuk membela misi Rasulullah.
Mendermakan seluruh hartanya hanya untuk menggapai cinta Allah dalam perjuangan Islam.
Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq, termasuk kelompok orang yang paling awal masuk Islam (as-sâbiqûnal awwalûn). Selain loyalitasnya yang sangat tinggi terhadap Rasulullah, ia juga dikenal sebagai sosok yang amat zuhud dan punya keistimewaan lebih dari para sahabat lain. Reputasi di mata Nabi dan para sahabat inilah yang membuatnya dipercaya mengemban amanat sebagai khalifah pertama selepas Rasulullah wafat.
Abu bakar Ash-Shiddiq, yang tak menyisakan harta dalam kematiannya, karena harta telah habis untuk perjuangan Islam dan kecintaan kepada Allah. Bahkan kain kaffan yang digunakan jasadnya adalah kain kaffan yang sudah lusuh, karena dipenghujung nafasnya ia menampik disiapkan kain kaffan baru oleh putrinya Aisyah binti Abu Bakar. Dengan alasan bahwa barang baru hanya layak untuk orang hidup, bukan orang mati. Sebagai ibroh bahwa gemerlap duniawi tak lagi relevan ketika jasad seseorang sudah tertimbun di dalam tanah.
Mush'ab bin Umair rela melepaskan kesenangan duniawi yang gelamour demi mendapatkan tautan hatinya kepada Islam dan kecintaannya kepada Robbnya. Saat perang Uhud ditemukan hilangnya dua tangan beliau hingga berakhir kesyahidan.
Adalah Khansa bin Amr seorang Sahabiyyah Rosulullah SAW dari Bani Mudhar. Seorang ibu yang memiliki jiwa militansi yang tinggi.
Dari pernikahannya dengan Rawahah bin Abdul Azis As-Sulami, ia mendapatkan empat orang anak laki-laki. Melalui pembinaan dan pendidikan tangannya yang dingin, keempat anak lelakinya ini tumbuh menjadi pahlawan-pahlawan Islam yang terkenal. Dan Khansa sendiri terkenal sebagai ibu para syuhada.
Ia rela kehilangan empat putra terbaiknya yang berada di garda terdepan medan jihad hingga semua menemukan ajalnya dalam kesyahidan perang Qadasiyah.
Pengorbanan tulus demi meraih cinta hakiki diikuti terus oleh para Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in, hingga mereka layak disebut sebagai kekasih Allah karena hanya jatuh cinta terhadap ayat-ayat suciNya hingga menata jasad sebagai way of life (aturan kehidupannya).Tanpa ayat-ayat cinta nan suci itu maka hidup manusia akan buta.
Tatkala dibacakan ayat-ayat Al-Qur'an penuh cinta hatinya terus bergetar.
Tatkala disebut AsmaNya yang indah, agung nan penuh kebesaran, maka ia semakin takjub dan kagum.
Tatkala diserukan perintahNya, ia segera mendekat dan merapat, segera menyambut dengan penuh keikhlasan tanpa berburuk sangka apalagi berpaling dengan kecongkakan. Ia patuh tak membantah bahkan senantiasa tuk Istiqomah dalam syariatNya.
Tatkala disebutkan laranganNya, maka ia segera menjauh tak pernah sekali-kali mencoba mendekat apa yang dilarangNya.
Begitulah bentuk pengorbanan cinta sejati seorang hamba kepada Robbnya, akan menempatkan cintanya diatas segala cinta hingga mendapat balasan cinta jauh lebih indah dari RobbNya.
Katakanlah, 'Jika bapak, anak, saudara, istri, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan putusan-Nya.' Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik."
Juga dalam hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah RA. Di dalam hadis ini terdapat hadis qudsi mengenai orang yang dicintai Allah.
"Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman, 'Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku mengumumkan perang kepadanya. Tiada hamba-Ku yang mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (amalan) melebihi dari apa yang Kuwajibkan kepadanya. Hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan sunah sehingga Aku mencintai-Nya. Bila Aku mencintainya, maka Aku menjadi telinga sebagai alat pendengarannya, menjadi mata sebagai alat penglihatannya, menjadi tangan sebagai alat pemegang, dan menjadi kaki sebagai alatnya berjalan. Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku, niscaya Aku memberinya. Jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku melindunginya. Tiada ‘kebimbangan’ sesuatu yang Kulakukan selain mencabut nyawa orang beriman yang mana ia tidak menyukai kematian dan Aku tidak suka menyakitinya."
Demikianlah selayaknya seorang muslim mencintai RobbNya, tak hanya ada dalam kata-kata tetapi tindakan nyata, tak hanya menuntut apa yang akan diterima, tetapi terus menautkan cinta Robbnya dengan mentaati segala apa yang diperintahkan dan dilarangNya. Dan membela agamaNya dengan pengorbanan segala apa yang dimilikinya.
Berusaha menerapkan segala aturan kehidupan, karena Allah telah mendesainkan kehidupan yang indah di bawah naungan syariatNya atas dasar cinta yang hakiki.
SyariatNya adalah cahaya bagi kegelapan hidup dunia. Dengan demikian layakkah manusia dikatakan mencintai RobbNya sementara tidak bergetar akan ayat-ayat suciNya tatkala dibacakan, layakkah manusia dikatakan mencintai RobbNya sementara enggan bersegera menyambut seruannya, layakkah dikatakan ia mencintai Robbnya sementara meninggalkan kewajiban dan lekat dengan sesuatu yang dilarangNya?. Sungguh cinta sejati nan hakiki adalah Ikhlas dan pasrah dengan jiwa, raga, harta dan pikirin hanya untuk menghamba kepadaNya bukan yang lain.
Wallahu'alam Bishowwab