Oleh : Masita
(Anggota Smart With Islam Kolaka)
Fokussummatera.com - Hukuman penjara bagi Baiq Nuril dinilai sebagai pukulan telak terhadap upaya pemerintah mencitrakan diri di mata dunia. Pemerintah ingin memperlihatkan diri sebagai negara yang melihat pemberdayaan perempuan sebagai elemen penting dalam pencapaian target pembangunan nasional.
"Pukulan telak bagi upaya pemerintah untuk menampilkan diri sebagai negara yang melihat pemberdayaan perempuan sebagai elemen penting dalam pencapaian target pembangunan nasional," ujar Sekretaris Nasional Perempuan Mahardika, Mutiara Ika, di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Sabtu(6/7).
Menurut Mutiara, pesan tersebut tersampaikan secara jelas oleh Presiden Jokowi ketika menghadiri Sesi III KTT G20. Pesan serupa juga disampaikan oleh pemerintah Indonesia melalui Kemementerian Ketenagakerjaan. Hal itu disampaikan pada Konvensi ILO untuk mengakhiri kekerasan dan pelecehan di dunia kerja pada Juni 2019 lalu di Jenewa, Swiss. Sebelumnya, MA menolak pengajuan PK yang diajukan oleh Baiq Nuril, terpidana dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila. Alasan yang diajukan oleh pihak Baiq Nuril dalam mengajukan PK dinilai bukan sebagai alasan yang tepat, melainkan hanya mengulang fakta yang sudah dipertimbangkan pada putusan sebelumnya.
Baiq Nuril adalah terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ditolaknya PK oleh MA, membuat mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram itu tetap menjalani hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan sesuai putusan Kasasi MA. Kasusnya menjadi ironi hukum di Indonesia. Kasus ini bermula ketika dia merekam percakapan telepon dengan kepala sekolah yang jadi atasannya saat dia menjadi guru. Rekaman itu untuk membuktikan bahwa bosnya melecehkannya secara seksual. Namun, Baiq justru dilaporkan ke polisi pada 2015 atas tuduhan pelanggaran UU ITE.
Kejamnya Hukum Kapitalisme
Tak pernah ada hentinya kondisi hukum di negeri ini, yang menyuarakan keadilan bagi seluruh rakyatnya, yang berslogan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Kenyataannya duka rakyat tak ada hentinya. Terutama dalam hukum yang diterapkan, karena selama ini hukum yang diterapkan sebagai alat untuk menegakkan hukum di negeri ini hanya menjadi pisau tajam bagi rakyat miskin.
Kasus Baiq Nuril guru honorer di SMAN 7 Mataram bukan yang pertama kali terjerat kasus yang mana dia sebagai korban kemudian setelah melalui proses hukum berubah menjadi tersangka. Ini menandakan bahwa hukum di negeri khatulistiwa ini memiliki sistem hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Dimana jika ia memiliki modal (uang) tidak akan tindak sesuai dengan pelanggaran yang di lakukan, melainkan diberi keringanan sesuai biaya yang dikeluarkan, sehingga efek jera bagi pelaku pelanggaran hukum tidak berlaku.
Ironisnya, hukum dipermainkan sesuai pesanan pemilik modal. Seperti memberi kebijakan atau keluasan bagi para elit penguasa untuk mengelola kekayaan alam yang ada. Sederet peristiwa tersebut mewarnai perpolitikan elit penguasa, jelas terasa saat pemilihan pemimpin bangsa. Dalam sekejap saja hukum menjadi menakutkan terutama di dunia maya, sebab tak tanggung-tanggung jika ada yang mengganggu jalannya, ia mencoba untuk menjeratnya dengan dalih pelanggaran UU ITE.
Ini pula yang menjadi salah satu alasan kaum feminis buatan elit penguasa untuk menuntut hak-haknya sebagai wanita, dimana wanita selalu menjadi sasaran empuk bagi kaum pria. Mereka di ekploitasi dan dijajah sebagai pemuas nafsunya. Akhirnya sebagian wanita yang tak terima berbondong-bondong menuntut haknya di bawah payung hukum HAM (Hak Asasi Manusia). Namun, para elit penguasa memanfaatkan kondisi ini untuk melancarkan aksinya menguasai dunia.
Mereka membuat bermacam problematika seolah sistem buatannya lah solusinya. Sayangnya, justru itu merupakan jebakan yang dibuatnya demi kepentingan eksistensinya.
Kapitalisme, aturan buatan manusia hasil pemikiran ilmuwan barat yang melahirkan aturan memisahkan agama dari kehidupan. Yang di eksiskan sejak abad 19 hingga saat ini terus berkembang bahkan menjadi pusat peradaban dunia. Yang meniadakan peran Pencipta sebagai pembuat hukum dan justru malah menambah problematika hidup manusia. Berkuasa tanpa memerhatikan rakyat apakah adil dan sejahtera? Melainkan memikirkan individunya. Sudah sepatutnya aturan kufur ini diganti dengan aturan yang lebih baik dimana Pencipta merupakan pembuat hukum dan mampu mensejahterakan masyarakat dan mengembalikan hak-hak wanita secara manusiawi tanpa syarat apapun ataukah menguntungkan bagi pihak yang berkuasa.
Hanya Islam Solusinya
Islam merupakan solusi atas problematika hidup manusia. Bukan saja meningkatkan ketakwaan individu, tetapi kontrol masyarakat akan ada sehingga kerusakan yang terjadi dapat di minimalisir dan adanya Negara sebagai perisai bagi rakyatnya. Yang mampu menerapkan hukum seadil-adilnya tanpa memandang siapa pelanggarnya. Dan di adili sesuai ketentuan dan hukum syariat-Nya agar para pelaku merasakan efek jera dan tidak mengulanginya. Sebagai hamba yang diciptikan-Nya sudah sewajarnya untuk tunduk atas perintah dan larangan-Nya.
Dalam kitab-Nya “…Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah SWT turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang….” (Q.S Al Maidah : 48)
Menandakan bahwa tiada aturan yang terbaik selain aturan-Nya, karena hanya Allah SWT yang membuat sebenar-benarnya hukum. Yang telah disesuaikan kemampuan manusia dan memuliakan manusia. Allah menurunkan keberkahan bagi suatu negeri jika menerapkan syariat-Nya. Agar kebathilan bisa sirna dan berganti dengan kebaikan saja.
Islam memandang wanita bukan sebagai komoditas yang harus dipajang dan dijual, melainkan islam memuliakan wanita dengan mewajibkan pakaian syar’i untuk mencegah ia dari kejahatan seksual seperti kondisi yang terjadi di aturan sekarang.
Salah satu kemuliaan lainnya ialah wanita sebagai ummu warobthul bait yang akan mendidik generasi masa depan sang pembawa perubahan bagi peradaban manusia, bahkan Allah juga membuat satu surah khusus untuk wanita (an nisa’) yang membuktikan bahwa wanita hanya mulia dengan syariat islam. Bukan itu saja, hukum islam akan diterapkan sebagaimana fungsinya dan tidak dapat dipermainkan oleh ia yang berkuasa. Selain itu pula, jika islam yang diterapkan maka rahmatnya bukan saja untuk kaum muslim melainkan non-muslim pula akan dijaga keamanannya selama taat dengan aturan Negara Islam.
Maka sudah saatnya kita memperjuangkan islam sebagai syariat untuk ditegakkan dalam suatu Negara, sebab tanpa adanya Negara maka hukum islam tidak bisa diterapkan secara sempurna. Segala kerusakan yang terjadi hanya bisa di atasi dengan kembali pada penerapan Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyyah, hingga akhirnya wanita akan terbebas dalam belantara kapitalisme selamanya. Wallahu a’lam