Penulis: Eva Rahmawati
Fokussumatera.com - Pernahkah kita menyaksikan pacuan kuda? Atau ajang balap motor/mobil? Jika iya, pada perlintasan berapakah kita fokus pada perlombaan tersebut ? Apakah di awal, pertengahan atau akhir? Ternyata, fokus kita tertuju pada perlintasan terakhir. Benar-benar tak mau terlewatkan. Perlintasan akhir menjadi penentu siapakah sang juara dan kita bisa melihat siapa-siapa saja yang berhasil mencapai garis finish.
Boleh jadi, ada peserta yang di awal meluncur dengan super cepat, melewati lintasan tanpa ada rintangan. Melesat jauh meninggalkan peserta lain, namun siapa pun tak bisa menduga dan memastikan siapa juaranya. Di akhir perlombaan kemungkinan apapun bisa terjadi. Ada yang lolos, tidak sedikit juga yang mengalami kecelakaan, berbelok arah atau human error lainnya. Yang pada akhirnya tidak bisa mencapai garis finish. Walhasil tak ada kemenangan, bahkan tak ada poin alias zero. Sebaliknya ada juga yang di awal mengalami kesulitan, namun di akhir memperoleh kemenangan.
Begitupun dengan kehidupan manusia. Penentuan ada pada akhir hidupnya. Kemungkinan-kemungkinan kehidupan seseorang, ada kalanya di awal senantiasa dalam keadaan taat, namun di akhir mati dalam keadaan maksiat. Atau ada juga di awal maksiat, akhir taat. Awal dan akhir taat dan juga sebaliknya awal dan akhir maksiat.
Semua itu dikembalikan kepada pilihan masing-masing individu. Karena hal tersebut berada dalam wilayah kekuasaannya, antara pilih taat atau maksiat. Pilihan inilah yang nantinya berpengaruh pada kehidupan berikutnya yaitu di akhirat. Bagi seorang mukmin sadar betul bahwa dunia ini fana, akhirat kekal selamanya. Dengan keyakinan tersebut semestinya kebahagiaan di akhirat menjadi prioritas. Sebab kebahagiaan di dunia hanya menipu dan sementara, kebahagiaan hakiki hanya ada dalam kehidupan akhirat. Kekal abadi selamanya.
Telah sampai pada kita beberapa kisah orang-orang dahulu yang bisa kita ambil hikmahnya. Salah satunya adalah kisah taubatnya pembunuh 100 orang. Kisah ini disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,
“Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling 'alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.
Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling 'alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang 'alim. Lantas ia bertanya pada 'alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang 'alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu (yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”
Akhirnya orang tersebut pun pergi menuju negeri yang ditunjukkan oleh orang 'alim tersebut dan ternyata Allah Swt mewafatkannya di pertengahan jalan dan menerima taubatnya. Sampai akhir kisahnya. (Lihat HR Muslim no. 2766)
Dari kisah tersebut kita semua dapat mengambil hikmah bahwa akhir kehidupan seseorang menjadi penentu bahagia atau tidaknya di kehidupan selanjutnya. Dalam kehidupan di dunia, manusia tak luput dari dosa. Maka berbahagialah mereka yang mati dalam keadaan mendapatkan ampunan Allah Swt. Akhir kehidupan yang baik.
Kuncinya, senantiasa kita memohon ampun dan bertaubat kepada Allah Swt. Ingat kembali surah az-Zumar ayat ke-53. Artinya, "Katakanlah, Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ibnu Katsir mengatakan, ”Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut amat banyak, bagai buih di lautan.”
Wallahu a'lam bishshowab.