Oleh: Yuli Ummu Raihan (Member Akademi Menulis Kreatif)
Fokussumatera.com - Dilansir oleh Detik. Com, 30/08/2019, Presiden Joko Widodo telah mengumumkan lokasi ibu kota baru yaitu Kalimantan Timur sebagai pusat administrasi pemerintahan negara, tepat nya di Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kecamatan Sepaku Semoi, Kabupaten Penajam Paser Utara pada Senin 26 Agustus 2018 di Istana negara Jakarta.
Jakarta sebagai ibu kota negara saat ini dianggap sudah tidak layak dipertahankan sebagai ibu kota, persoalan kemiskinan, tuna wisma, polusi, banjir, kemacetan, terus menjadi momok yang menakutkan dari hari ke hari.
Menurut Jokowi Jakarta dan Pulau Jawa pada umumnya tidak lagi mampu menanggung beban ini.
Dilansir oleh Kompas.com, 26/08/2019 "Sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa", kata Presiden di Istana Merdeka Jakarta.
Menurut Harryadin Mahardika, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia dampak untung dan rugi yang timbul apabila wacana pemindahan ibu kota negara batal dilakukan. Diantaranya terhadap kondisi ekonomi negara, jika rencana ini batal maka mengurangi beban finansial karena berdasarkan hitung-hitungannya diperkirakan pemindahan ini akan menelan biaya sebesar Rp. 446 triliun sebuah angka yang fantastis di tengah utang Indonesia yang juga kian hari kian melangit. Modal yang di klaim diambil 19,2% dari APBN, lalu selebihnya kerja sama pemerintah dengan KPBU atau badan usaha 54,4%, swasta 26,4%. ( detik.com, 30/08/2019)
Intinya pemindahan ibu kota ini akan menambah jumlah utang negara.
Masalah lain adalah masalah lingkungan, pemindahan ini tentu membutuhkan lahan baru yang tidak sedikit, maka potensi konflik agraris harus menjadi perhatian pemerintah.
Masalah lain yaitu ancaman deforestasi karena kita tau Kalimantan adalah salah satu paru-paru dunia. Saat ini saja sudah banyak dan masih terus terjadi deforestasi berupa pembakaran hutan yang menimbulkan bencana tahunan kabut asap yang menimbulkan berbagai kerugian baik moril maupun materil yang tidak sedikit.
Indonesia dengan potensi SDA melimpah menjadi sasaran empuk dari kafir penjajah baik asing dan aseng khususnya China dengan proyek OBOR nya dan AS dengan agenda Indo Pacificnya.
Kalimantan khususnya Kaltim jika dijadikan ibu kota negara, maka Kalimantan Utara (Kaltara) sudah dirancang untuk pusat industri terbesar di Indonesia, karena potensi SDA khususnya energi yang dibutuhkan bagi penggerak mesin-mesin industri.
Nunukan termasuk 10 besar blok migas dunia, ada juga hutan lindung Kayan Mentarang Hulu dari sungai-sungai besar di Kalimantan. Saat ini pun telah berlangsung proyek pembangunan PLTA Kayan dengan kapasitas 900.000 Megawatt.
Pemindahan ibu kota ini sebenarnya untuk apa dan demi kepentingan siapa?
Menurut pembina LKPAN ( Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara) pemindahan ibu kota ini ada kaitannya dengan proyek OBOR dan Proyek New Jakarta 2025.
Selain itu wacana pemindahan ibu kota ini akan menjadi lahan basah bagi para spekulan tanah. Menyebabkan biaya pembebasan lahan cukup tinggi dan akhirnya pemerintah akan kembali berutang.
Arus urbanisasi akan terjadi dan mengakibatkan inflasi dan menimbulkan lonjakan harga kebutuhan pokok di kota yang menjadi pilihan pemindahan ibu kota. Ketimpangan ekonomi akan melebar, imbas dari pendatang baru, konflik sosial, dan budaya.
Sebenarnya pemindahan ibu kota adalah hal yang wajar dan boleh-boleh saja, kota besar di dunia seperti Tokyo, Shanghai, New York, dan Mexico City juga mengalami masalah yang sama. Menjadi pusat ibu kota membuat wajah mereka buruk karena berbagai problematika seperti kemiskinan, kriminalitas, sosial dan budaya.
Malaysia juga pernah memindahkan ibu kota pemerintahan dari Kuala lumpur di Putra Jaya pada 19 Oktober 1995 namun tetap saja tidak memberi efek positif, bahkan saat ini justru tingkat kemiskinan Malaysia jauh lebih tinggi. (www.beritasatu.com)
Pemindahan ibu kota akan bermanfaat jika dilakukan untuk tujuan mensejahterakan rakyat, bukan menambah derita rakyat melalui utang dan selingkuh dengan pengusaha.
Saat ini rakyat sudah sangat menderita, kehidupan makin sulit, harga-harga melangit, belum lagi kebijkan kenaikan tarif TDL, PDAM, BPJS dan beraneka macam pungutan pajak dan kebijkan zalim lainnya.
Alangkah lebih bijak jika pemerintah fokus menyelesaikan masalah yang sudah ada, mencari solusi,bukan membuat masalah baru.
Terlalu beresiko dan memaksakan diri jika tetap melakukan pemindahan ibu kota. Butuh pengkajian lebih mendalam dan serius serta hitung-hitungan lebih rinci untuk rencana ini. Atau hanya karena terlanjur menjadi boneka para kapitalis sehingga manut dan tetap nekat meski rakyat menolak?
Berkaca dari sejarah Islam dahulu sedikitnya telah terjadi empat kali perpindahan ibu kota negara. Namun alasannya adalah kemaslahatan rakyat dan politik.
Pertama, dari Madinah ke Damaskus pada masa Bani Umayyah.
Kedua, dari Damaskus ke Baghdad saat kebangkitan Bani Abbasiyah, Baghdad adalah kota yang dibangun baru menggantikan Ctesiphon, ibu kota Persia. Menurut para sejarahwan perkotaan Modelski maupun Chandler,Baghdad memegang rekor kota terbesar di dunia dari abad -8 M sampai -13 M. Penduduknya pada tahun 1000 M ditaksir mencapai 1.500.0000 jiwa. Baghdah didirikan oleh Khalifah Al Mansur pada 30 Juli 762 M adalah kota yang startegis dan memberikan kontrol atas rute pedagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia. Disini juga tersedia air sepanjang tahun serta iklim yang kering. Namun tetap ketika akan membangun Baghdad Khalifah mengumpulkan para surveyor, insinyur, dan arsitek dari seluruh dunia untuk datang dan membuat perencanaan bahkan empat tahun sebelum Baghdad di bangun. Lebih dari 100.000 pekerja konstruksi datang untuk mensurvei, mereka disebar dan digaji untuk langsung memulai pembangunan kota.
Kota dibangun dalam dua semi lingkaran dengan diameter sekitar 19 km. Bulan Juli dipilih sebagai waktu mulai karena dua astronom, Naubakht Ahvaz dan Masyallah percaya bahwa itu saat yang tepat, karena air sungai Tigris sedang tinggi, sehingga dijamin aman dari banjir. Memang ada sedikit Astrologi, tapi bukan pertimbangan utama. Setiap bagian kota dibangun sekolah, mesjid, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersil, tempat singgah para musafir, serta pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan pemakaman umum, tempat pengolahan sampah juga tersedia. Sehingga warga tidak perlu menempuh perjalan jauh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, semua memiliki kualitas standar. Di Baghdad juga dibangun empat benteng untuk menjaga keamanan negara. Benteng itu diberi nama Kufah, Basrah, Khurasan dan Damaskus sesuai dengan arah gerbang untuk perjalanan menuju kota tersebut. Setiap gerbang memiliki pintu rangkap yang terbuat dari besi tebal, yang memerlukan beberpa lelaki dewasa untuk membukanya. Baghdah meraih zaman keemasan pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid pada awal abad 9 M.
Ketiga, dari Baghdad ke Kairo panca hancur oleh serbuan Monggol.
Keempat, dari Kairo ke Istanbul Turki.
Belajar dari sejarah ini maka kebijakan pindah ibu kota semata-mata dilakukan untuk kepentingan rakyat, demi kesejahteraan rakyat, dan kehidupan lebih baik. Dan semua itu dilakukan tanpa utang ribawi dan deal politik yang justru merugikan rakyat. Kita memang butuh ibu kota yang layak, yang keren, dan modern sebagai kebanggaan dan menunjukkan wibawa dihadapan negara lain, tapi semua itu harus diperhitungkan untung dan ruginya. Wallahu a'lam.