FS.Tanah Datar (SUMBAR) - Ikan Bilih (Mystacoleusseus Padangensis) adalah salah satu jenis spesies ikan langka yang hidup di Danau Singkarak. Danau yang membentang di antara 2 Kabupaten di Sumatera Barat yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar ini merupakan salah satu danau yang menjadi primadona wisatawan asing maupun lokal. Tak jarang masyarakat yang melalui jalan lajur danau ini sering mampir meski hanya sekedar menikmati pemandangan di sana. Berbagai macam jajanan dan kuliner khas Sumatera Barat pun banyak dijual di lingkungan sekitar Danau Singkarak.
Danau Singkarak dengan luas lebih kurang 107,8 km persegi ini, merupakan satu-satunya habitat ikan Bilih di Sumatera Barat.
Ikan Bilih mempunyai ciri-ciri khas yang unik antara lain: sisiknya berwarna keperakan, bentuk tubuh pipih sedikit lebih besar dari ikan teri dan mempunyai ciri khas rasa yang gurih serta enak. Ikan Bilih pun dapat dimasak menjadi berbagai macam olahan makanan yang lezat diantaranya: Sambal ado ikan bilih,Bilih lado mudo, pangek ikan bilih dan lain-lain.
Karena termasuk ikan endemik yang langka tidaklah heran jika harga ikan bilih tergolong cukup mahal. Untuk mendapatkan 1 Kg ikan bilih kita harus merogoh kocek hingga kurang lebih RP.300.000,-. Fantastik bukan...?Bahkan harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan 1 Kg daging.
Namun sangat disayangkan, saat ini jumlah populasi ikan bilih sudah mulai menyusut dan mulai terancam punah. Hal ini antara lain disebabkan kurangnya perhatian dari masyarakat khususnya yang bermukim di sekitar danau. Selain itu juga masih kurangnya perhatian dari Pemerintah Daerah setempat. Sungguh ironis....!!!Karena hal ini bisa menyebabkan kelangkaan bahkan kepunahan komunitas ikan bilih itu sendiri.
Steatmen tersebut disampaikan oleh Datuak Manso, selaku Tokoh Masyarakat sekaligus pemerhati lingkungan
Kepada fokussumatera.com saat dikonfirmasi via telfon ia mengatakan salah satu contoh dari kurangnya perhatian masyarakat tersebut adalah adanya penangkapan yang serampangan dengan menggunakan jaring apung rapat. Selain itu juga ada yang menggunakan alat sentrum listrik dan ada yang lebih trend saat ini adalah menggunakan bagan (alat tangkap dari jaring rapat dengan diameter persegi empat yang cukup lebar) dimana semua jenis ikan baik besar maupun kecil ikut tertangkap tanpa pandang bulu.
"Cara tangkap tersebut benar-benar sungguh tidak ramah lingkungan, dan inilah yang menyebabkan bibit dan cikal bakal ikan bilih ikut tertangkap, sehingga terancam punah," ungkap Dt.Manso
Selain pola tangkap yang salah, aktivitas maayarakat yang bermukim di sekitar Danau Singkarak terutama yang tinggal di tepian danau pun ikut memicu terancamnya kelestarian ikan bilih. Danau dijadikan tempat pembuangan sampah dan limbah yang dihasilkan aktivitas pertanian limbah domestik serta limbah dari aktivitas pasar. Ditambah lagi PLTA Singkarak yang juga diindikasi menjadi penyebab parahnya kondisi danau tersebut. Operasi PLTA yang menyebabkan dlykturasi (sirkulasi air) danau secara besar-besaran dapat memicu naiknya belerang dari dasar danau yang bisa menyebabkan keracunan pada ikan.
"Bukannya tidak ada perhatian dari Pemprov, namun dibutuhkan juga kerjasama dari Pemda setempat untuk menindaklanjuti program Pemprov dalam hal pengelolaan Danau Singkarak," tegasnya saat dikonfirmasi fokussumatera.com, Senin malam,20 Januari 2020.
Sebagai Tokoh Masyarakat sekaligus pemerhati lingkungan Dt.Manso berharap kedepannya ada kerjasama yang baik antara Pemerintah Provinsi Sumbar, Pemerintah Kabupaten Setempat dan juga Pemerintah Nagari setempat untuk lebih serius memperhatikan kelestarian danau Singkarak, sehingga populasi ikan bilih yang merupakan ciri khas Danau Singkarak dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan. Selain itu dapat juga menaikkan nilai jual Danau Singkarak sebagai salah satu icon wisata di Sumatera Barat.(Z.Z.Dt.Malako)
No comments:
Post a Comment