Oleh : Layli Hawa
Fokussumatera.com - Belum genap satu bulan memasuki tahun 2020, masyarakat miskin dan pedagang kecil kembali dibuat ketar-ketir oleh pemerintah lantaran subsidi LPG 3kg alias gas melon akan dicabut. Habis dibuat pening dari rencana larangan penggunaan minyak goreng curah atas alasan kesehatan dan sertifikasi produk halal buat pedagang kecil, mereka kini belum bisa tidur nyenyak karena berbagai kejutan di awal 2020.
Dengan tidak adanya subsidi pemerintah, maka harga gas melon yang dipasaran saat ini sebesar 18 ribu hingga 21 ribu rupiah akan naik menjadi 35 ribu rupiah.
Wacana tersebut rupanya sudah membuat sejumlah pedagang kaki lima mengeluh.
Tanpa terkecuali, Yadi Supriyadi (31), pedagang bakso keliling di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengaku kenaikan gas elpiji 3 kg itu akan membebani usahanya.
"Pendapatan saya kecil, dan bakso ini juga kan dijajakan ke orang-orang di kampung dengan harga murah. Kalau misal harga tabung naik, mau saya jual berapa?" kata Yadi saat ditemui detikcom, Kamis (16/1/2020).
Meningkatnya harga tabung gas tak lepas dari buruknya tata kelola dan politik energi rezim neolib yang ditopang oleh sistem sekuler. Sistem ini telah memosisikan negara hanya sebagai regulator, sekadar penjaga dari kegagalan pasar.
Akibatnya semua hajat hidup publik, termasuk elpiji, dikelola dalam kaca mata bisnis dengan menyerahkan pada mekanisme pasar. Sebagaimana dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi.
Lebih miris lagi, pemerintah yang katanya mensubsidi rakyat dengan adanya pencabutan tabung gas 3 kilogram ini, untuk rakyat miskin, justru nyatanya akan semakin menguntungkan bagi bagi kapitalis.
Sebagimana menurut Kwik, pada laporan audit keuangan APBN 2017 pemerintah meraih surplus (keuntungan) lebih dari 235 T dalam bisnis BBM dan elpiji. Sehingga dari pernyataan itu dapat kita pahami bahwa mahal dan terus meningkatnya harga elpiji bukan karena Indonesia kekurangan sumber daya minyak akan tetapi terletak pada visi rezim dan tata kelola minyak yang kapitalistik.
Selain dicabutnya subsidi elpiji, pemerintah juga berencana menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) ditahun 2020 ini. Meski baru wacana, ini tak menjamin tarif listrik batal naik di sepanjang 2020. Lantaran sangat mungkin, ini adalah masalah penundaan waktu kenaikan saja. Pasalnya: kementerian keuangan tidak mengubah besaran subsidi listrik di 2020 dalam Anggaran Pendapatan dan bBelanja Negara (APBN).
Disisi lain, lima perusahaan sawit berskala besar mendapatkan subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan total mencapai Rp7,5 triliun sepanjang Januari—September 2017. Lima perusahaan sawit itu terdiri dari Wilmar Group, Darmex Agro Group, Musim Mas, First Resources, dan Louis Dreyfus Company (LDC). Berdasarkan data yang diperoleh CNNIndonesia.com, Wilmar Group mendapatkan nilai subsidi terbesar, yakni Rp4,16 triliun.
Privatisasi besar-besaran juga terus dilakukan oleh pemerintah hari ini, hingga negara kehilangan banyak sumber pendapatannya. Rakyat harus membayar harga lebih mahal dari pelayanan publik yang tadinya dilakukan oleh negara, lalu malah dialihkan kepada swasta. Siapa yang diuntungkan? Lagi-lagi, kepentingan rakyat harus mengalah pada kepentingan pengusaha.
Demikianlah, sistem kapitalisme telah mengharuskan negara berlepas tangan atas nasib rakyatnya. Rakyat dibiarkan secara mandiri mengurus seluruh urusannya. Rakyat harus menanggung krisis energi, melonjaknya harga pangan dan komoditi pokok lainnya, namun taraf gaji dan hidup kian rendah.
Kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan sebagai raa’in (pengurus). Islam perintahkan negara melalui pemimpinnya untuk bertanggung jawab penuh menjamin maslahat umum. Negara bukan sebagai regulator, melainkan peri’ayah (pengurus) dan penanggung jawab atas urusan rakyatnya, sebagaimana sabda Rasul SAW :
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintaipertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Islam memiliki konsep khas bagi seorang pemimpin. Siapapun yang terpilih menjadi pemimpin, maka dipastikan ia akan menjadi pemimpin yang adil dan amanah. Yang mengatur negara dan mengurusi umat tanpa bualan dan janji palsunya.
Rasulullah saw. Bersabda,
مَامِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيْهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“Tidaklah seorang hamba yang ditetapkan oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu mati dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah akan mengharamkan dirinya masuk ke dalam surga.” (HR al-Bukhari dan Muslim dari Ma’qil bin Yasar ra.).
Kepemimpinan dalam Islam juga adalah kepemimpinan sebagai junnah, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya….” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Diantara tanggung jawab yg dipikul negara antara lain:
a. Memberikan pendidikan kepada rakyat, dan mendorong mereka untuk giat bekerja.
b. Menciptakan lapangan kerja & menyuruh rakyatnya untuk bekerja.
c. Negara wajib menanggung kebutuhan pokok rakyatnya saat rakyat tersebut sudah tidak mampu bekerja, dan kerabatnya juga hidupnya tidak melebihi standard.
d. Menjaga harta kaum muslimin dan menyerahkan pada yg berhak.
Islam memposisikan negara sebagai pelindung bagi rakyatnya, penjamin kebutuhan rakyat, dan mengurusi kemaslahatan rakyat dengan menyeluruh tanpa memandang kaya dan miskin. Negara seharusnya mampu menjaga kedaulatan agar tidak diperbudak oleh asing dan tidak membiarkan pengelolaan sumber daya alam kepada negara-negara kafir.
Jadi, sistem manakah yang layak menjadi harapan? Islam yang berasal dari Allah Subhanahu wa ta’ala ataukah kapitalisme buatan manusia yang telah nyata kegagalannya?
Allah Swt. berfirman,
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah 50).
Wallahu a'lam bishawab.
No comments:
Post a Comment