Oleh : Layli Hawa
Fokussumatera.com-Pariwisata memasuki era "new normal life". Industri ditantang untuk bangkit dan beradaptasi dengan kondisi pandemi Covid-19.
Sektor pariwisata yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 tengah memasuki era normal baru. Perubahan paradigma tengah berlangsung dan sejumlah protokol baru akan diterapkan untuk menyambut kondisi normal baru di industri pariwisata.
Wishnutama Kusubandio menyatakan Bali kemungkinan menjadi destinasi wisata awal menerapkan new normal seiring keberhasilannya menekan angka kasus covid-19. Dan destinasi pariwisata lain yang akan dijadikan percontohan adalah Taman Safari Bogor, yang telah dimulai pada tanggal 15 juni.
“Tentu kami akan memprioritaskan sekali lagi daerah-daerah yang sudah siap, karena kesiapan daerah adalah salah satu faktor yang sangat penting,” kata Wishnutama, Kamis (28/5).
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbupar) Jawa Timur pun telah membuka beberapa tempat wisata. Seperti Bangsring Underwater Banyuwangi, Jatim Park di Kota Batu, dan wisata di kota Blitar, Pacitan, Surabaya yang mulai dibuka pada awal juni. Padahal Jawa Timur adalah kota penyumbang PDP terbesar di Indonesia.
Pembukaan sektor wisata di masa pandemi tentu beresiko besar. Sebab dengan dibukanya tempat wisata sangat memungkinkan interaksi manusia lebih masif. Penting bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan tepat agar wabah virus corona tidak semakin bertambah. Jangan sampai hanya demi keuntungan perekonomian negara justru mengabaikan keselamatan masyarakat.
Pemerintah harus memastikan terlebih dahulu kondisi wabah virus ini. Apakah sudah stabil atau belum. Agar tidak terkesan terburu-buru menetapkan kebijakan. Ditambah pasca PSBB (Pembatasan Skala Besar-besaran) korban penyebaran virus covid meningkat.
Jika mengikuti standar WHO, era “new normal” baru bisa dijalankan jika tidak ada penambahan kasus. Namun buktinya dengan diterapkannya new normal life di sektor wisata membuktikan bahwa pemerintah tidak memperhatikan kondisi dan keamanan bagi masyarakat.
Tentulah ini menjadi pertanyaan besar bagi kita, mengapa pemerintah terkesan terburu-buru menetapkan kebijakan new normal life terutama dalam bidang pariwisata?
Wajar saja wisata menjadi salah satu aspek penyokong ekonomi negara saat ini, sektor ini termasuk penyumbang APBN setelah pajak. Karena sektor pengelolaan SDA tak mungkin bisa diharapkan secara penuh, maka pariwisatalah yang digadang-gadang sebagai sumber pendapatan negara.
Juga ini akan menjadi keuntungan besar bagi para pengelola tempat wisata yang menyambut baik kebijakan ini. Karena jika terus ditutup sumber pendapatan mereka akan terus rugi.
Berwisata sejatinya adalah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Dan sebagai sarana untuk lebih bersyukur atas segala kenikmatan dunia yang telah Allah berikan kepada manusia. Serta mempererat hubungan keluarga.
Negara juga harus memastikan bahwa tempat wisata aman dari segala bahaya ataupun virus yang terjadi sekarang. Dan berjalan tetap berdasarkan hukum syara'. Bukan hanya sebatas bersenang-senang, menghabiskan waktu dan bahkan tidak jarang banyak yang melalaikan kewajiban shalat.
Terlebih dalam kondisi pandemi seperti ini, negara seharusnya lebih mementingkan kebutuhan pokok rakyat ketimbang kebutuhan tersiernya, yaitu berwisata. Kepala negara harus memastikan bahwa segala kebutuhan rakyat di masa pandemi telah terpenuhi, bukan malah memprioritaskan kesenangan sesaat yang belum tentu aman dan beresiko.
Dalam Islam, negara tidak menjadikan pariwisata sebagai sumber pendapatan utama bagi negara. Tetapi kharaj dan jizyah, yaitu harta yang diambil dari tanah bangunan dan harta non-muslim warga daulah. Itupun tidak dipatok tarif, tetapi atas dasar kemampuan dan kerelaan mereka. []LH
Wallahu a'lam bishawab.
No comments:
Post a Comment