Pimpinan OLC Alwis Ilyas saat berbincang dengan pemain Katumbak |
Pimpinan OLC, Alwis Ilyas mengatakan, Ota Lapau Club (OLC) adalah sarana untuk bisa mengangkat kepermukaan fenomena sosial yang menarik, agar bisa aktif kembali.
"Salah satunya seperti seni tradisional musik Katumbak ini, bisa dikatakan saat ini musik tradisional tersebut hilang lenyap oleh arus modernisasi,"kata Alwis Ilyas.
Kalaupun ada lanjutnya, Katumbak ini hanya dipakai oleh sebagian masyarakat atau persentasenya sangat kecil.
"Oleh sebab itu, karena Katumbak ini merupakan budaya masyarakat Pariaman sejak dulunya, maka perlu di angkat lagi seni musik ini melalui OLC,"pungkas Alwis.
Alhamdulillah ucap Alwis, "kita telah melihat bagaimana kemampuan para pemain Katumbak itu, memainkan alat musik tradisional.
Kita berharap lanjut Alwis, "alat musik ini dan pemainnya mendapatkan samacam binaan, supaya tidak hilang dimakan masa.
Alwis menambahkan, OLC akan memprogram mengangkat kegiatan seni budaya satu kali dalam sebulan, agar budaya "Rang Piaman" ini kembali eksis ditengah gempuran alat musik modern.
"Meskipun tidak ada yang mendanai, karena kita bekerja semata-mata karena Ridaha Allah, dan tidak ada niat untuk berpolitik. Karena OLC menayangkan fakta tanpa rekayasa,"pungkas Alwis.
Sementara itu pimpinan sanggar Cemara sekaligus pemain harmonium musik Katumbak Eri Susanti mengatakan, sebetulnya alat musik ini berasal dari India dibawa ke Indonesia pada masa penjajahan kolonial Belanda.
"Saya sendiri diajarkan musik ini oleh orang tua pada usia delapan tahun, kelas dua SD. Sampai sekarang Alhamdulillah masih aktif, kadang tersendat oleh alat musik modern seperti orgen tunggal,"ucapnya.
Eri mengatakan, alat musik Katumbak sudah ada semenjak 1965 di Pariaman, namun ia mulai bermain semenjak 1980.
Meskipun demikian kata Eri, alat musik ini tetap dipakai untuk dalam pesta pernikahan. "Seperti untuk mengiringi penganten laki-laki ke rumah pengantin perempuan dan juga sebaliknya,"ujar Eri.
Ia mengatakan, untuk bertahan di era modern ini apalagi di masa pandemi, yang mana pesta pernikahan tidak boleh digelar. Merupakan kesulitan tersendiri oleh para pemainnya mencari nafkah.
"Namun diawal tahun ini, sudah mulai lagi orang mencater kita setidaknya dua kali sebulan. Dan kita tidak boleh juga merasa ketinggalan, karena alat musik ini bisa dibawa dan dimainkan sambil berjalan, contohnya saat mengarak penganten,"ucap wanita asal Sunur Pintir Kayu ini.
Bahkan katanya, sebelum dimasa pandemi para pemain katumbak sekali sebulan diundang oleh persatuan Minang di Malaysia untuk bermain disana.
"Selain itu juga pernah ke Thailand dibawa ISI Padang Panjang, ke Singapura dan pernah juga diajak oleh orang Amerika, namun karena Corona dibatalkan," tutup Eri.
Pemain Katumbak berjumlah 6 orang, 4 pemain musik 2 dua penyanyi. nama alat musik diantaranya harmonium, bonggo, akordion dan tamborin. (war)
No comments:
Post a Comment