"Kementerian kehutanan menyerahkan kewenangan penyelesaian persoalan ini kepada provinsi Sumatera barat. Kita berupaya membuat sebuah formula untuk bisa menyelesaikan hal itu tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat,” kata Gubernur Sumbar Mahyeldi dalam Rapat Koordinasi bersama Polda Sumbar dan Pemkab Pasaman Barat di Padang, Sabtu (10/7/2021) malam.
Gubernur mengatakan penyelesaian permasalahan tersebut menjadi perhatian serius dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta Kepolisian RI.
Karena itu perlu gerak cepat yang dilakukan untuk mengidentifikasi lahan-lahan yang telah di okupasi dan di dimanfaatkan secara ilegal oleh oknum masyarakat, mengembalikannya kepada negara dan upaya pengelolaan sesuai aturan dan kebijakan pemerintah.
"Kita sudah mengambil langkah-langkah dalam upaya penyelesaian permasalahan ini termasuk koordinasi dengan Kementerian Kehutanan dan rapat koordinasi di tingkat provinsi dengan pihak terkait," ujarnya.
Menyambung pernyataan tersebut Wakil Gubernur Sumbar Audy joinaldy mengatakan salah satu hasil rapat dengan Kementerian Kehutanan adalah kemungkinan Pemerintah Provinsi mengelola lahan yang telah dikembalikan tersebut dengan menunjuk pihak-pihak tertentu dengan sistem bagi hasil.
Dengan cara demikian masyarakat yang menggantungkan hidup di lahan sawit itu tetap bisa diberdayakan untuk bekerja guna menopang perekonomian keluarga. Sementara negara juga mendapatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Namun dalam pelaksanaannya nanti Pemprov Sumbar diminta untuk terus berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Kapolda Sumatera Barat Irjen pol Toni Harmanto mengatakan hingga Juli 2021 sudah ada 1112 ha lahan yang awalnya di okupasi oleh masyarakat secara ilegal, dikembalikan kepada negara.
Ia mengatakan jumlah itu masih akan terus meningkat kemungkinan hingga lebih dari 2000 hektare karena saat ini tim masih bergerak di lapangan.
Namun ia menilai masih perlu upaya tingkat lanjut karena jumlah lahan yang di okupasi secara ilegal itu kemungkinan mencapai 9000 hektare.
Berdasarkan hasil koordinasi dengan Kementerian Kehutanan yang telah menyerahkan kewenangan kepada Pemprov Sumbar untuk menyelesaikan persoalan itu. Ia merekomendasikan untuk mengedepankan sosialisasi dan negosiasi kepada oknum masyarakat agar secara sukarela menyerahkan lahan negara yang telah diokulasi tersebut.
Hal itu dilakukan untuk menghindari konflik sosial dan peranan sosial di di masyarakat Air Bangis karena sebagian masyarakat menggantungkan ekonomi di lahan sawit tersebut.
Bupati Pasaman Barat, Hamsuardi menyambut baik langkah langkah yang telah diambil oleh Pemprov Sumbar. Menurutnya dengan adanya kepastian hukum masyarakat juga akan diuntungkan.
Permasalahan okupasi laga kawasan hutan di Air Bangis menurut Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi bermula pencabutan izin HPH PT Rimba Baru Lestari dan PT Rimba Swasembada (HTI) oleh Menteri Kehutanan sehingga terjadi "open-access" perambahan atau okupasi oleh oknum masyarakat.
Kemudian pencabutan izin HPH PT Inkud Agritama yang menyebabkan semakin terjadi "open access" penambahan atau okupasi oleh oknum. Demikian juga pembangunan jalan Teluk Tapang dan perladangan atau pembuatan kebun kelapa sawit secara ilegal oleh oknum masyarakat pada kawasan hutan tersebut.
Data penguasaan kawasan hutan dan penyerahan lahan oleh Polda Sumbar sampai dengan Juni 2021 terlihat sebagian besar pengelola sawit ilegal di lahan milik negara itu adalah pemilik modal yang masing-masingnya memiliki lebih dari 10 hektare.***
#BIRO ADPIM SETDAPROV SUMBAR
No comments:
Post a Comment