"Kami melihat peluang investasi gambir di sumbar sangat besar, namun akhirnya kita akan melihat dari hasil kajian. Saat ini kami masih berproses dalam menyusun kajian ini," kata Staf Ahli Menteri Bidang Peningkatan Daya Saing Penanaman Modal BKPM, Kementerian Investasi, Heldy Satrya Putra di Padang, Selasa (26/10/2021).
Ia mengatakan itu usai menghadiri Focus Group Discussion (Diskusi) Proyek Prioritas Strategis di Industri Pengolahan Hasil Perkebunan Gambir Sumatera Barat.
Menurutnya kalau kajian tersebut sudah selesai, akan bisa dilihat sebesar apa peluangnya dan informasinitu yang akan disampaikan kepada calon investor untuk berinvestasi di sumbar khususnya di sektor gambir.
Ia menyebut FGD yang digelar adalah untuk membahas masalah-masalah yang ada. Dari kegiatan tersebut diharapkan ada solusi sehingga bisa terwujud peta peluang investasi berupa informasi sekaligus solusi pengembangan komoditas gambir di sumbar.
Dari hasil FGD didapatkan gambaran bahwa untuk meningkatkan nilai gambir ini, perlu dibangun industri pengolahan. Kementerian Investasi menurutnya juga akan menyiapkan studi bagaimana industri pengolahan gambir dapat di kembangkan di Sumbar.
Kemudian dibuatkan juga kajian tentang pasar. Seperti apa pasar yang harus dikembangkan untuk komoditas gambir di Sumbar.
"Pada akhirnya kita berharap kualitas komoditas gambir dapat di tingkatkan, industri dapat dikembangkan untuk pengolahan gambir sehingga gambir tidak hanya menjadi bahan mentah tetapi sudah menjadi bahan yang diolah di Sumbar. Kemudian kajian atau peta potensi ini dapat pula digunakan untuk meyakinkan para investor berinvestasi di Sumbar untuk mengembangkan komoditas gambir," ujarnya.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi mengucapkan terima kasih atas dukungan dari Kementerian Investasi tersebut yang diharapkan bisa mewujudkan perbaikan perekonomian bagi petani gambir Sumbar.
"Indonesia adalah produsen 80 persen gambir dunia. Sumbar adalah daerah penyumbang komoditi gambir terbesar di Indonesia. Ini adalah potensi besar. Namun perekonomian petani gambir tetap belum terangkat," katanya.
Harga gambir Sumbar kerap jeblok sampai Rp19 ribu - Rp25 ribu per kilogram. Dengan harga itu petani sama sekali tidak mendapatkan untuk karena harga keekonomian sekitar Rp40 ribu.
Ia mengatakan harga gambir yang tidak stabil itu diantaranya karena monopoli pedagang dalam menetapkan harga, kualitas gambir yang kurang naik hingga SDM petani yang perlu dibenahi.
"Ada beberapa kasus petani gambir mencampur produknya sehingga kualitas turun. Namun, pedagang malah mau membeli produk tersebut sehingga menjadi kebiasaan. Ada pula kasus perusahaan yang mau menerima gambir berupa daun sehingga pendapatan petani bukannya naik tapi malah menurun," katanya.
Pemerintah menurutnya harus melakukan intervensi untuk menyelesaikan persoalan itu. Salah satu wacana yang dikembangkan adalah membentuk BUMD khusus gambir yang membeli produl pada petani dengan harga keekonomian kemudian menjual kembali pada pedagang.
Namun kebijakan tersebut membutuhkan kajian lebih dalam karena itu dukungan dari Kementerian Investasi sangat besar artinya.
"Kita berharap akan ada solusi secepatnya sehingga petani gambir Sumbar bisa sejahtera," ujarnya.
Ikut hadir dalam FGD itu Team Leader,Tenaga ahli, Koordinator dan PIC Proyek pengembangan Kawasan Industri dari PT.Succofindo, Asissten bidang perekonomian dan pembangunan serta kepala OPD terkait Prov Sumbar, Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia Prov Sumbar, Asisten bidang perekonomian dan pembangunan serta kepala OPD terkait Pesisir Selatan, Asisten bidang perekonomian dan pembangunan serta kepala OPD terkait limapuluh kota, Pimpinan PT. Padang Industri Park, Ketua AKGI, Kepala balai riset dan standarisasi industri Padang, Prof.Dr.rer.nat.Ir. Anwar Kasim dari Fateta Unand.*
(BIRO ADPIM SETDAPROV SUMBAR)
No comments:
Post a Comment