Nurmaidalis, panitera Pengadilan Negeri Pariaman didampingi juru sita, Sahril mengatakan, objek perkara yang dieksekusi merupakan perkara yang telah memiliki hukum tetap, perdata nomor:60/PTD.G/ 2019/PN Pariaman.
Proses hukumnya dimulai sejak 1 Nofember 2019 didaftarkan di Pengadilan Negeri Pariaman. Setelah keluar keputusan inkrahnya pada akhir 2021, hasil PK (Peninjauan Kembali) dari MA (Mahkamah Agung), maka dilakukanlah eksekusi.
"Jadwalnya memang hari ini, proses eksekusi awalnya memang agak terkendala. Namun berkat adanya tim pengamanan dari Polresta Pariaman. Alhamdulillah terlaksana dengan baik sampai selesai," pungkas Mai, Rabu (16/03) kemaren.
Ia mengungkapkan, dari Januari 2022 hingga sekarang, Pengadilan Negeri Pariaman telah melaksanakan 3 kali eksekusi.
"Dua eksekusi damai, satu eksekusi paksa. Ekseskusi damai pertama di jalan lingkar Lubuk Alung, yang kedua di Desa Marunggi dan ketiga secara paksa di Kelurahan Alai Gelombang,"ulas dia.
Lanjutnya, sebelum eksekusi paksa ini, semua proses sudah dilewati. Namun tidak ada jalan damai.
"Sehingga jalan keluarnya hanya eksekusi menggunakan alat berat yang dikawal aparat keamanan,"ungkapnya.
"Luas tanahnya dalam perkara No.28/1988. Objek perkara itu seluruhnya dalam sertifikat 5.047 M2, tapi setelah dijual ke Telkom, tersisalah 2.160 M2, Inilah objek perkara yang dieksekusi kan, setelah dimenangi penggugat di MA (Mahkamah Agung),"pungkasnya.
Selanjutnya, Indra Jaya (pihak penggugat) didampingi kuasa hukum Zulkifli menceritakan, bahwa sekira tahun 1980 ayahnya telah membeli lahan yang terletak di simpang Kelurahan Alai Gelombang, dengan luas sebagaimana yang diperkarakan.
"Dulunya orang tua saya telah membelinya ke pihak kaum tergugat. Jadi sebetulnya, kaum tergugat itu telah membagi-bagi harta waris. Sebelum tanah ini dibeli oleh ayah,"ungkap Indra yang akrab disapa Injay itu.
Lebih jauh Injay mengatakan, sebagian dari kaum tergugat yang telah menerima waris, mengambil keputusan untuk menjual bagiannya.
"Nah dibelilah oleh ayah saya alm. Zahirman. Dan Kalau dikatakan lahan itu dulu kalanya adalah harta pusaka, iya,"pungkas dia.
Lanjutnya, Tapi setelah dilakukan pembagian harta waris, dan sebagian dari pihak keluarga tergugat itu menjualnya.
"Dan dibeli oleh ayah saya sekitar tahun 1983. Kemudian tanah itu berpekara tahun 1985 dan sidang, serta prosesnya ketika itu sampai juga ke Mahkamah Agung (MA). Setelah itu dijuallah ke PT. Telkom,"ungkap Injay.
Jadi lanjutnya, lahan Telkom itu dulunya merupakan tanah pembelian orang tua Injay. Dari penjualan harta pusaka yang telah dibagi-bagi oleh keluarga tergugat.
"Jadi lahan Telkom itu merupakan satu sertifikat dengan lahan yang berpakara ini. Yang merupakan sisa penjualan dari PT. Telkom tahun 1988,"tutup Injay. (wrm)
No comments:
Post a Comment