Fokussumatera.comPergantian rezim bisa dilakukan dengan berbagai cara dan latar belakang. Ada yang berlangsung normal karena berakhirnya masa jabatan presiden, adapula yang disebabkan karena konflik. Tidak jarang pergantian rezim dilakukan secara paksa dengan menggunakan kekuatan militer. Pergantian semacam itu dikenal dengan istilah kudeta militer.
Berdasarkan perubahan keempat konstitusi yang berlaku di Indonesia menganut sistem presidensial, pergantian rezim dilakukan setiap lima tahun sekali melalui pemilihan presiden dan wakil presiden (pilres). Jabatan presiden untuk dua periode. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 UUD 1945 Perubahan Keempat.
"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."
Sementara pergantian rezim di tengah masa jabatannya diatur dalam konstitusi. Berdasarkan konstitusi yang berlaku di Indonesia, mengacu Pasal 7A Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan impeachment bisa dilakukan terhadap presiden dan/atau wakil presiden saja.
“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden".
Masih mengacu ketentuan tersebut, DPR harus menguji usulannya melalui sidang di Mahkamah Konstitusi (MK). Jika MK mengabulkan, kemudian DPR mengusulkan pemberhentian yang dikabulkan MK ke sidang MPR dengan syarat minimal dihadiri 3/4 jumlah anggota dan disetujui sekurang-kurangnya 2/3 anggota yang hadir.
Dalam konstitusi Indonesia juga mengatur jika presiden mundur, mangkat atau tidak bisa menjalankan tugasnya, kemudian dilaksanakan oleh wakil presiden.
Aturan ini tertuang dalam Pasal 8 menyebutkan, "Jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, dia digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya".
Konstitusi Indonesia tidak mengatur tentang pergantian rezim kekuasaan secara paksa melalui kudeta militer.
Berdasarkan fakta sejarah, ada beberapa negara yang pernah terjadi kudeta militer dalam pergantian rezim kekuasaan. Berikut negara yang pernah mengalami kudeta militer:
Kudeta Thailand
Krisis politik berkepanjangan menyebabkan munculnya kudeta militer menumbangkan Perdana Menteri saat itu Thaksin Shinawatra. Kudeta terjadi tahun 2006 karena krisis politik berkepanjangan yang melibatkan Thaksin Shinawatra dengan lawan politiknya. Militer melancarkan kudeta sebulan sebelum dilaksanakannya pemilu, rencananya digelar pada 15 Oktober.
Kudeta militer selain membatalkan pemilu yang akan berlangsung, juga membatalkan konstitusi, membubarkan Parlemen, melarang unjuk rasa, mengumumkan undang-undang keadaan darurat, menangkap para anggota kabinet, dan memberlakukan sensor terhadap semua siaran berita lokal maupun internasional di Thailand.
Militer menangkapi pengunjuk rasa. Tidak ada korban jiwa dalam kudeta tersebut.
Beberapa bulan sebelum kudeta militer terjadi, beredar kabar kegelisahan di kalangan militer dan kemungkinan adanya komplotan kudeta. Kemudian pada Mei 2006, Jenderal Sonthi Boonyaratkalin mengeluarkan jaminan bahwa militer tidak ikut campur.
Kabar militer terbelah menjadi dua antara pendukung dan lawan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra muncul, setelah ratusan perwira menengah militer yang disebut sebagai pendukung Thaksin Shinawatra dipindahkan oleh panglima Angkatan Darat (AD) pada 20 Juli 2006.
Kudeta Mauritania
Kudeta militer dilakukan pada tahun 2008 terhadap Pemerintahan Presiden Sidi Muhammad Ould Cheikh Abdallahi. Kudeta ini dipicu adanya pemecatan empat orang pejabat militer oleh Abdallahi bersama Perdana Menteri Yahya Ould Ahmed Waqef.
Pemecatan dilakukan karena pejabat militer ini dicurigai berada di balik berbagai krisis politik yang mengganggu stabilitas negeri itu. Abdallahi terpilih sebagai Presiden Mauritania dalam pemilu demokratis tahun 2007, setelah masa transisi dari Dewan Militer tahun 2005 menggulingkan Presiden Maaouya Sid'Ahmed Taya juga dengan kudeta tidak berdarah.
Sidi Mohamed Ould Cheikh Abdallahi merupakan politikus dan Presiden Mauritania sejak 19 April 2007 hingga 6 Agustus 2008. Ironinya, Jenderal Abdul Aziz dan Kepala Angkatan Bersenjata Mauritania, Ould Cheikh Muhammad Ahmed adalah anggota dewan transisi yang mengantarkan Abdallahi menjadi Presiden Mauritania. Kendati pasukan militer memenuhi jalan-jalan kota dan menguasai keadaan, kudeta berjalan tanpa diwarnai pertumpahan darah.
Dalam kudeta itu, Abdallahi dan Yahya sempat disandera oleh sekelompok militer di dalam Istana Negara. Pada saat itu lebih dari separuh anggota parlemen Mauritania menuntut Abdallahi mundur dari jabatannya.
Mauritania adalah negara dengan sebagian besar wilayahnya gurun pasir. Mauritani adalah negara bekas jajahan Perancis. Era kepemimpinan Abdallahi memang selalu dilanda krisis politik. Terakhir, 48 anggota parlemen menyatakan mundur dari partai yang berkuasa saat itu. Alasannya, Presiden Abdallahi dianggap telah menyalahgunakan kekuasaannya dan mengecewakan rakyat Mauritania.
Kudeta Madagaskar
Kudeta militer dilakukan terhadap Presiden Marc Ravalomanana pada tahun 2009. Kudeta diawali adanya situasi politik terus meruncing yang melibatkan oposisi pimpinan Andry Rajoelina.
Situasi ini ditandai dengan gelombang aksi protes selama berminggu-minggu. Ravalomanana dianggap gagal membawa kesejahteraan bagi rakyat. Aksi protes kemudian berubah menjadi bentrokan dan menewaskan 135 orang.
Presiden Ravalomanana kemudian menawarkan untuk melaksanakan referendum mengenai kepresidenannya. Namun pimpinan oposisi Andry Rajoelina menolak tawaran tersebut, bahkan menuntut agar Ravalomanana ditahan.
Marc Ravalomanana pada saat itu berusia 59 tahun dan berasal dari kalangan pengusaha kaya di Madagaskar. Dia terpilih menjadi presiden tahun 2002 dan terpilih kembali pada tahun 2006.
Sementara rivalnya Andry Rajoelina baru berusia 34 tahun dan mengklaim dirinya sebagai generasi politikus baru mengangkat isu kemiskinan serta korupsi untuk menyerang pemerintah. Andry Rajoelina terpilih sebagai Wali Kota Antananarivo pada tahun 2007. Dia dipecat dari posisinya sebagai wali kota setelah mendeklarasikan pemerintahan baru. Namun, dia didukung sebagian kalangan militer.
Kudeta Sudan
Kudeta militer terjadi pada 30 Juni 1989 dipimpin oleh Omar Hasan Albashir menggulingkan pemerintahan koalisi Sadiq Al-Mahdi yang terpilih dalam pemilu.
Setelah berhasil mengkudeta, Al Bashir kemudian membentuk Pasukan Revolusi Penyelamat Bangsa (RCC), dan mengangkat dirinya sendiri sebagai Panglima Besar Militer. Hasan Albashir dikenal sebagai sosok diktator, karena dia mengatasi persoalan perang saudara yang terjadi di Sudan dengan keras.
Kudeta Uganda
Terjadi pada 25 Januari 1971 dipimpin oleh Jenderal Idi Amin Dada Oumee terhadap Presiden Milton Obote. Pengambilalihan kekuasaan terjadi ketika Obote menghadiri konferensi Kepala Negara Persemakmuran di Singapura.
Peristiwa kudeta militer yang dilancarkan Idi Amin membuat negara kecil di Afrika itu menjadi terkenal di dunia internasional. Sepak terjang Idi Amin dalam memimpin negaranya dengan tangan besi itu sering mewarnai pemberitaan di media.
Kudeta ini dibilang kudeta militer berdarah, karena banyak memakan korban jiwa dari kedua kubu pendukung. Idi Amin memerintahkan untuk membunuh semua tentara dan perwira yang masih mendukung Milton Obote. Sebaliknya, Milton Obote bersama para pendukungnya melakukan perlawanan.
Sepak terjang Idi Amin di dunia militer berawal dari tahun 1946 diterima sebagai tentara bagian dapur King's African Rifles (KAR), resimen tentara Inggris seperti Gurkha era itu masih berkuasa di Afrika.
Karir Idi Amin di militer terus menanjak, hingga dia diangkat sebagai kolonel dan memberikan jabatan sebagai deputi komandan AD Berta AU Uganda oleh Milton Obote.
Tahun 1979, Pemerintahan Idi Amin akhirnya ditumbangkan melalui kudeta militer yang dilancarkan tentara nasionalis Uganda didukung Tanzania. Idi Amin kemudian melarikan diri ke Libya dan mendapatkan suaka politik di Jeddah, Arab Saudi.
Kudeta Burkina Faso
Meskipun berlangsung singkat, namun kudeta militer yang terjadi pada September 2015 ini menimbulkan korban jiwa. Kudeta dipimpin oleh Jenderal Gilbert Diandere tehadap presiden sementara Burkina Faso, Michel Kafando. Dalam kudeta itu, Presiden Michel Kafando dan Perdana Menteri Isaac Zida sempat diculik.
Kudeta militer ini dilakukan oleh pasukan pengamanan presiden (paspampres) yang setia terhadap Gilbert Diandere pendukung mantan presiden Burkina Faso, Blaise Compaore.
Pemimpin kudeta Gilbert Diandere, akhirnya menyerahkan diri setelah sadar kudeta militer yang dilancarkan tidak mendapat dukungan dari masyarakat sipil dan memprotes terhadap kudeta militer tersebut.
Kudeta Fiji
Negara ini mengalami empat kali kudeta. Tiga kudeta dilatar belakangi persoalan etnis Fiji dan Fiji India. Mayoritas etnis Fiji merupakan pemeluk Gereja Methodis, sedangkan mayoritas etnis India beragama Hindu.
Kudeta yang terjadi pada Desember 2006 akibat tekanan terus-menerus sejak kerusuhan pada Kudeta Fiji tahun 2000 dan krisis politik Fiji tahun 2005-2006.
Kudeta Mali
Kudeta terjadi pada 22 Maret 2012 dipimpin oleh Kapten Amadou Sanogo terhadap rezim Presiden Amadou Toumani Toure yang dianggap tidak tegas dalam menghadapi kelompok pemberontak suku Tuareg. Kelompok pemberontak ini didukung para pejuang dahulunya sempat membantu penguasa Libya Moammar Khadafi.
Pasukan kudeta militer sempat menguasai bandara, televisi pemerintah, stasiun radio dan sebuah barak militer di Bamako setelah mengalami bentrokan dengan para pengawal setia rezim Presiden Amani Toumani Toure .
Dalam kudeta ini menimbulkan korban jiwa. Sepekan setelah penangkapan Amadou Sanogo, November 2013 ditemukan pemakaman massal dekat Bamako. Sedikitnya ada sekitar 21 mayat diduga prajurit berpangkat tinggi yang setia pada Presiden terguling Amadou Toumani Toure. Empat mayat lain ditemukan dua pekan kemudian, ketika penyelidik menginterogasi Sanogo dan beberapa sekutunya.
Presiden Amadou Toumani Toure terpilih pada tahun 2002 dan terpilih kembali pada tahun 2007. Mali adalah negeri yang kaya bahan tambang berupa emas, phospat, kaolin, bauksit, besi, uranium dan lainnya. Mayoritas penduduk di negara tersebut adalah muslim.
Pada akhir abad ke-19 penjajah Perancis menduduki Mali dan mengumumkan penggabungannya ke Perancis pada tahun 1904. Perancis kemudian memberikan kemerdekaan formalistik pada tahun 1960.
Kudeta Guinea Bissau
Negara ini sudah lama menyimpan sejarah kudeta sejak merdeka dari Portugal tahun 1974. Belum pernah ada pemimpin negara yang terpilih secara sah mampu menjalankan mandat secara penuh, karena selalu menjadi sasaran kup.
Kondisi tidak stabilnya politik dan keamanan di negara tersebut menyebabkan kartel pengedar narkotika internasional menggunakan Guinea Bissau sebagai jalus strategis penyelundupan obat bius dari Amerika Selatan menuju Eropa. (tip)
No comments:
Post a Comment