FS.Padang(SUMBAR)-Inflasi Sumatera Barat tahun 2022 sebesar 7,43 persen yang tertinggi di Indonesia mengejutkan semua pihak. Komite IV DPD RI pun ingin mendengarkan lansung dari Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Barat apa yang sesungguhnya terjadi. Apalagi inflasi ini melonjak tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2021 inflasi Sumbar hanya 1,40 persen.
Untuk itu Pimpinan Komite IV Dra. Elviana, MSi (Ketua) Sukiryanto, S.Ag (Wakil Ketua), Novia Anakotta, SH., MH (Wakil Ketua) dan Anggota Komite IV asal Sumbar H. Leonardy Harmainy, Dt. Bandaro Basa, S.IP,. MH melaksanakan kunjungan kerja ke Sumbar pada, Jum'at, 3 Februari 2023.
“Kunjungan Komite IV DPD RI ke Provinsi Sumatera Barat yaitu dalam rangka pendampingan mitra terkait pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang No.3 Tahun 2024 tentang Perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 199 tentang Bank Indonesia, yang difokuskan pada Kebijakan Bank Indonesia terhadap UMKM dalam menekan Laju Inflasi di Sumatera Barat,” ujar Elviana, Senator asal Jambi itu.
Dijelaskannya pengawasan ini merupakan wujud komitmen Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) terhadap amanat konstitusi. UMKM menjadi perhatian karena sebagai kelompok usaha yang memiliki potensi besar mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran tidak hanya di Sumatera Barat tapi juga di Indonesia. Berbagai kendala yang dihadapi oleh UMKM untuk tumbuh dan berkembang terutama setelah pandemi covid-19, sejatinya pemerintah hadir dalam mencarikan solusi atas masalah yang dihadapi UMKM.
“Dalam hal ini perlu sinergi semua pihak baik swasta maupun pemerintah termasuk Bank Indonesia yang selama ini telah aktif dalam pemberdayaan UMKMdi Sumatera Barat khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Dengan turunnya pemerintah termasuk Bank Indonesia dalam mengatasi masalah-masalah UMKM diharapkan terciptanya ekosistem yang saling mendukung untuk kemajuan UMKM kita,” tegasnya.
Elviana pun menyampaikan fokus Komite IV antara lain perkembangan inflasi nasional dan regional pada Desember 2022 sebesar 5,51 persen (yoy). Sementara inflasi di Sebagian besar wilayah berada di luar rentang sasaran inflasi nasional 2022 sebesar 3 persen. Inflasi tahunan tertinggi terjadi di Sumatera Barat (7,43 persen) dan terendah di Provinsi Maluku Utara (3,37 persen).
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan III tahun 2022 sebesar 4,54 persen berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional (5,72 persen). Dengan pertumbuhan ekonomi ini, Sumatera Barat berada di urutan ke-26 dari 34 provinsi se-Indonesia. Sedangkan pada tahun 2021 berada di urutan 22 dari 34 provinsi secara nasional.
“Untuk itu Komite IV DPD RI dalam kunjungan kerja ini ingin melakukan identifikasi faktor penyebab permasalahan dan hambatan terhadap Undang-undang tentang Bank Indonesia ini khususnya mengenai kebijakan Bank Indonesia terkait UMKM untuk menekan laju inflasi Sumatera Barat,” ujar Elviana ditambah penekanan-penekanan permasalahan yang disampaikan oleh dua wakil ketua Novita Anakotta dan Sukiryanto serta Senator Asal Sumbar H. Leonardy Harmainy Dt Bandaro Basa.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, Endang Kurnia Saputra menyebutkan Komite IV DPD RI mendapat sambutan selamat datang berupa inflasi bulan Januari 2023 sebesar 6,81 persen. "Angka inflasi Provinsi Sumatera Barat menurun dan diharapkan kecenderungannya terus menurun di Tahun 2023 ini," ujar Endang.
Endang yang baru empat hari bertugas di Sumatera Barat menjelaskan tingginya inflasi di Sumatera Barat disebabkan meningkatnya permintaan domestik di tengah kesenjangan pasokan nasional, kebaikan harga pangan global dan tingginya harga energi dunia. Kombinasi beberapa faktor pendorong inflasi sebagai dampak konflik geopolitik Rusia-Ukraina mendorong peningkatan inflasi.
Kepada pimpinan KomiteIV DPD RI, Endang memaparkan apa saja faktor-faktor yang menyebabkan angka inflasi di Sumbar naik secara signifikan, baik faktor domestik maupun global. Dijelaskannya juga komoditas yang memberikan pengaruh paling besar terhadap inflasi di Sumatera Barat sepanjang tahun 2022 adalah telur ayam ras, daging ayam ras, beras, bawang merah, cabai merah, tomat, rokok kretek filter, sabun deterjen angkutan udara dan bahan bakar rumah tangga.
Untuk menanggulangi inflasi, kata Endang, tim penanggulangan inflasi daerah (TPID) dimana Bank Indonesia bertindak sebagai Wakil Ketua telah melakukan koordinasi dan terus mendukung pelaksanaan pengendalian TPID Sumbar dalam kerangka keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif agar mencapai sasaran inflasi nasional. TPID Sumbar telah melakukan monitoring harga pangan, melaksanakan pasar murah, melaksanakan operasi pasar, memonitor pasokan di tingkat pedagang secara berkala, mendorong peningkatan produksi komoditas pangan, melaksanakan digital farming dan lainnya.
Sumatera Barat, katanya juga punya Toko Tani Indonesia Center (TTIC) untuk menyediakan pangan murah yang armadanya berkeliling mendistribusikan pangan murah ke daerah-daerah yang terjadi lonjakan harga. Terutama Padang dan Bukittinggi sebagai dua kota penyumbang angka inflasi di Sumbar.
Endang juga menginformasikan tentang pertumbuhan ekonomi daerah ini di triwulan III 2022 yang tercatat 4,54 persen melambat dibanding triwulan II 2022 yang tumbuh sebesar 5,08 persen yoy. Pertumbuhan ekonomi ini terendah di wilayah Sumatera yakni 4,71 persen (yoy) dan jauh lebih rendah dibanding nasional sebesar 5, 72 persen (yoy). Ini disebabkan permintaan domestik yang melambat akibat dari normalisasi permintaan masyarakat pasca berakhirnya lebaran. Juga dampak melambatnya kinerja net ekspor akibat kebijakan larangan ekspor CPO yang diberlakukan pemerintah tahun 2022.
Untuk UMKM ditegaskan Endang bahwa Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat terus berupaya mendukung pengembangan UMKM dan ekonomi syariah di daerah ini. Ada delapan klister ketahanan pangan dan komoditas unggulan yang dimiliki yaitu klaster pembibitan sapi di Kabupaten Pasaman Barat (2014-2016), Klaster Cabai Merah di Kabupaten Tanah Datar (2014-2916), Klaster Holtikultura di Kota Payakumbuh (2016-2018), Klaster Sapi Perah di Kota Padang Panjang (2016-2019), Klaster Bawang Merah di Kabupaten Solok (2018-2020), Klaster Padi Organik di Kabupaten Agam (2019-2021), Klaster Padi di Kabupaten Tanah Datar (2020-sekarang) dan Klaster Cabai Merah di Kabupaten Tanah Datar (2020-sekarang).
Bank Indonesia Sumatera Barat juga memiliki dua kelompok pengembangan ekonomi lokal kategori industri kreatif (sulaman Naras) dan komoditas ekspor (Kopi Solok Radjo). “Dalam pengembangannya kita fasilitasi dengan pelatihan manajemen usaha (capacity building), business matching ekspor dan business matching pembiayaan,” ungkapnya.
Menurut Endang, Bank Indonesia Sumatera Barat memiliki 85 wirausaha Bank Indonesia (WUBI). Kepada mereka dilakukan pendampingan selama dua tahun secara terfokus, berkelanjutan dan koordinatif. Mereka diberikan pelatihan bisnis untuk pembuatan pelaporan melalui sistem aplikasi pencatatan informasi keuangan (SIAPIK), memaksimalkan penggunaan digital dan media sosial, peningkatan kapasitas manajerial usaha yang baik. Juga pelatihan penguatan branding produk, packaging dan kemampuan membuat segmentasi pelanggan.
Dan sebagai wujud nyata pengembangan UMKM, pihaknya juga menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bertujuan agar masyarakat Indonesia mencintai dan menggunakan produk lokal, mengakselerasi transformasi digital dan meningkatkan permintaan produk ekonomi kreatif lewat kegiatan Karya Kreatif Indonesia dan Minang Creft.
Ditegaskannya, Tenun Minang pun didukung untuk bertransformasi. Dilakukan peningkatan kualitas, motif, pola dan pemasaran. Semua dilakukan agar Tenun Minang menjadi ikon Provinsi Sumatera Barat.
“Bank Indonesia Sumbar terus berupaya mendorong ekspor UMKM. Diantaranya pada 2020 Rendang Katuju MoU untuk ekspor ke Mekah dalam hal pemenuhan makanan untuk Jemaah haji, pada 2021 Kokoci MoU dengan buyer dari Australia dan pada Tahun 2022 Kopi Solok Radjo Mou dengan Kopi Kalyan Jepang,” ujarnya.
Untuk dukungan pembiayaan, Bank Indonesia juga melakukan pewasasan terhadap Bank Himbara dan bank swasta untuk mengucurkan pembiayaan terhadap UMKM. Bank diwajibkan menyalurkan 30 persen dari nilai kreditnya kepada UMKM. Kewajiban ini dipantau secara bulanan dan sebagai hukumannya bank tidak dapat melakukan ekspansi bisnis jika belum memenuhinya.
Upaya-upaya yang telah dilakukan Bank Indonesia ini mendapat apresiasi dari Anggota Komite IV DPD RI asal Sumatera Barat H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH. Dia meminta agar Bank Indonesia lebih aktif lagi dalam pengambilan kebijakan yang mendukung UMKM dalam upaya menekan laju inflasi di Sumbar.
Dikatakannya angka inflasi Sumbar yang tinggi ini mengejutkan kita semua. Ada apa dengan Sumbar. “Kepada Pak Endang selamat datang dan selamat bertugas. Saya harapkan agar Bank Indonesia di bawah kepemimpinan Bapak dapat lebih mendorong sinergi kepala daerah lebih baik lagi ke depannya. Mungkin dilakukan focus discussion group dimana narasumbernya dari Bank Indonesia, OJK dan BPS dalam rangka mengakrabkan para kepala daerah dengan lembaga yang paham sekali dengan laju inflasi, pertumbuhan ekonomi dan lainnya yang bisa jadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan kepala daerah kita di Sumbar,” tegas Ketua Badan Kehormatan DPD RI ini.
Hal ini harus dilakukan karena bila dilihat dari 2019 tingkat inflasi Sumbar itu 1,66 persen, pada 2020 berada di angka 2,11persen (yoy), pada 2021 angka inflasi 1,40 persen (yoy). Namun pada 2022 langsung melonjak ke angka 7,43 persen. "Ini menunjukkan ada faktor-faktor lain yang menyebabkan tingkat inflasi melonjak tajam. Lalu pertumbuhan ekonomi juga melambat. Banyak dampaknya ke masyarakat Sumbar," ungkapnya.
Leonardy melanjutkan, BI bersama pemerintah provinsi, kabupaten dan kota yang tergabung dalam TPID sudah melakukan berbagai upaya. Apakah berupa operasi pasar, sidak pasar, pasar murah, rapat koordinasi, high level meeting, TTIC mendistribusikan pangan murah ke kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga dan lainnya. Juga telah diketahui komoditas yang menyebabkan inflasi terjadi seperti beras, cabe merah, bawang merah, minyak goreng, jengkol sebagainya. Namun tiba-tiba di Desember 2022 muncul angka inflasi Sumbar sebesar 7,43 persen.
"Artinya ada sesuatu hal di sini. Untuk itu berat tugas Pak Endang nih. Harus turut mengambil peran besar dalam meningkatkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi program atau kegiatan," tegasnya.
Jika inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi rendah akan berdampak pada daya beli masyarakat. Bila dikaji lebih dalam, banyak dampak ikutan lainnya. "Untuk itu penurunan angka inflasi di bulan Januari 2023 sebagaimana yang disampaikan Pak Endang tadi akan membuat angka inflasi terus menurun hingga Desember 2023 nanti," ujarnya lagi. (*)
No comments:
Post a Comment