Oleh : Hawilawati, S.Pd
(Praktisi Pendidikan)
Pun terjadi tawuran yang dilakukan dua kelompok pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jembatan Bandengan, Jakarta Utara. Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Metro Penjaringan Kompol Harry Gasgari mengungkapkan bahwa motif tawuran hanyalah sekadar ingin mencari pengakuan atau eksistensi di media sosial (antaranews.com 18/07/2023)
Tindakan tak wajar seperti ini sungguh menyesakkan dada banyak orang. Umumnya tawuran pelajar terjadi pada sekelompok siswa yang sudah remaja atau baligh, entah siswa jenjang SMP atau SMA.
Terjadinya kasus tawuran pelajar tentu bukan tanpa sebab. Sebab krusial yang memicunya, seperti ingin menunjukkan eksistensi diri, mencari jati diri, sportifitas terhadap sesama teman, bentuk perlawanan diri dari perbuatan buruk orang lain dan sebagainya.
Pelajar dengan potensi dan energinya yang besar, yang tugas seharusnya adalah banyak belajar barbagai ilmu dan adab , dengan harapan tidak hanya sekedar cerdas dalam berpikir, tapi mampu memilah antara perbuatan baik dan buruk sesuai standar agama. Tapi realitanya masih sering kita saksikan perilaku dan mental pelajar yang rusak dengan melakukan perbuatan yang tidak terpuji tersebut. Statusnya pelajar, tapi perilakunya preman.Sungguh miris.
Disadari atau tidak, sebab dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum di dunia pendidikan dalam sistem Sekuler saat ini, membuat generasi lemah terhadap pemahaman agamanya. Menganggap ilmu agama hanyalah sebuah pilihan saja. baik dan buruk perbuatannya lepas dari standar agama. Alhasil melakukan perbuatan bebas bablas tanpa batas rambu-rambu agama dengan dalih kebebasan ekspresi demi eksistensi diri.
Islam adalah agama yang syamil, memiliki aturan hidup yang kaffah. Menjaga pribadi generasinya dengan pemahaman yang benar dan adab mulia, menyelesaikan segala permasalahan generasinya dengan jelas dan tegas. Namun sebelum masalah itu hadir, maka ada tindakan preventif yang harus dilakukan.
Potensi yang dimilikinya merupakan keistimewaan yang harus di eksplore dengan baik. Generasi inilah yang kelak akan melanjutkan estafet perjuangan kepemimpinan di masa mendatang. Sehingga dirinya sudah dipersiapkan dengan segala ilmu dan prilaku yang harus dimiliki menjadi pemuda tangguh layaknya sebagai seorang pemimpin.
Tentu menjadi tugas dan tanggungjawab bersama untuk menyelamatkan generasi, diantaranya :
1. Peran individu
Pelajar harus memiliki kesadaran bahwa dirinya sudah memasuki usia mukallaf (sudah terkena beban hukum Allah secara sempurna layaknya orang dewasa) bukan lagi level anak-anak pra baligh. Sehingga ia pun harus paham kewajiban dan perannya secara baik.
Di fase mukallaf, kensekuensi perbuatan telah berlaku, pahala dan dosa akan diperolehnya secara sempurna. Jika ia berbuat makruf, maka pahala sebagai bentuk apresiasi yang diberikan Allah kepadanya. Sebaliknya, Jika berbuat munkar maka dosa sebagai balasannya. Segala konsekuensi perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan sang kholik kelak.
Sebab itu, generasi senantiasa harus memiliki pemahaman yang benar terkait peran dirinya diciptakan di muka bumi yaitu sebagai Abdullah (hamba Allah, yang segala pemikiran dan perbuatannya harus terikat dengan petunjuk Allah) dan sebagai kholifah (pemimpin) fil ardh. Mampu menjawab tiga simpul pertanyaan besar dengan tepat, diantaranya : dari mana saya diciptakan, untuk apa saya diciptakan di muka bumi dan mau kemana setelah kehidupan dunia?. Jawaban tepat dan benar tentu akan sangat berpengaruh besar dalam menjalankan perannya sebagai generasi.
Sebagai hamba Allah yang sudah memasuki usia aqil baligh dan statusnya sebagai mukallaf, harus sudah sempurna memahami jati dirinya. Memahami jati diri sudah dimulai sejak fase pra baligh. Pun memahami jati diri, bukan berarti melakukan perbuatan apapun sesuka hatinya sehingga rambu-rambu agama ditabraknya. Disinilah peran ilmu agama terkait kewajibannya sebagai hamba Allah.
Energinya sangat besar, sehingga untuk menunjukkan eksistensi dirinya harus dengan cara yang benar, bukan justru banyak melakukan tindakan unfaedah yang membahayakan, merugikan dan mencelakakan diri sendiri dan orang lain.
Adapun larangan mencelakan diri dan orang lain, terdapat dalam sabda Rasulullah SAW :
"Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri Radhyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.”
2. Peran masyarakat
Generasi terbaik yang paham potensi dirinya bukan tiba-tiba turun dari langit, tapi peran besar orang - orang di sekelilingnya. Selain orangtua yang harus menanamkan aqidah shohih yang kuat dan menjadi role model terbaik serta memilihkan lingkungan sekolah terbaik. Juga peran pendidik tidak hanya sekedar mentransfer ilmu saja kepada mereka, tapi juga menanamkan adab sehingga generasi memiliki pribadi yang mulia. Masyarakat pun harus peduli dengan apa yang terjadi di lingkungan dan pergaulan remaja.
3. Peran Negara
Negara wajib menyelamatkan generasi untuk mempersiapkan kepemimpinan masa depan, dengan memberikan konsep kurikulum terbaik yang tidak hanya mengedepankan vokasi untuk mampu bersaing di dunia kerja dalam memenuhi kebutuhan materinya belaka. Tetapi wajib juga membina karakter generasinya, sehingga mampu menghadapi tantangan zaman. Kurikulum pendidikan terbaik memiliki azas yang benar yaitu aqidah Islam. Segala ilmu yang akan diberikan generasi tidak bertentangan dengan keimanan, fitrah dan potensinya. Ilmu umum yang diberikan generasi pun harus memiliki visi untuk kemaslahatan umat manusia bukan untuk merusak.
Setiap jenjang pendidikan senantiasa diasah level berpikirnya. Mulai berpikir benar, terus ditanamkan di jenjang sekolah dasar. Level berpikir serius dan solutif, dibangun di jenjang SMP. Level berpikir inovatif dan politis harus dimiliki di jenjang SMA. Di setiap level berpikir ini, harus diiringi dengan berbagai hal positif agar energinya tidak dihabiskan untuk melakukan aktivitas unfaedah.
Sebagai bukti negara serius menjaga pribadi dan masa depan generasi serta kemajuan bangsanya adalah
dengan mewajibkan setiap warganya memahami ilmu agama yang baik dengan memberikan ruang seluas-luasnya dan kemudahan dalam menuntut ilmu, agar generasi mampu dalam fastabiqul khoirot di tengah kehidupannya.
Ciri yang tak tampak namun sangat dirasa, salah satu indikator majunya sebuah bangsa adalah cara berpikir, mental dan moral generasinya baik.
Negara pun senantiasa menjauhi diri generasi dari golongan manusia pembebek, dan di edukasi menjadi generasi yang memiliki izzah (kekuatan, kemuliaan) dengan daya juang yang tinggi dan keberanian bercita-cita besar untuk kemaslahatan umat manusia. Dengan kata lain berani dan gemar beramar makruf nahiy munkar, bukan Amar munkar nahiy makruf. Dan siap membela yang benar bukan yang salah.
Demikianlah seharusnya menjadi amal jama'i semua lini untuk kompak menyelamatkan generasi. Suatu peradaban mulia sebab didalamnya terdapat generasi yang berkepribadian unggul, lahir dari orangtua terbaik, dididik dari para guru terbaik dengan kurikulum pendidikan terbaik serta keseriusan negara dalam memenuhi segala kebutuhannya menjadi pribadi terbaik. Wallahu'alam bishowwab.(**)
No comments:
Post a Comment