Oleh : Sabarnuddin
(Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang)
Fokussumatera.com- Mandat sebagai pelayan negara yang dipilih secara terbuka merupakan satu dasar bahwa pejabat negara harus transparan terhadap rakyat. Fenomena yang belakangan terjadi rakyat harus menjadi detektif secara serentak di media ataupun di dunia nyata untuk membongkar kasus yang berkaitan dengan perampasan uang negara. Saat ini tidak ada satupun pejabat yang bisa menyembunyikan kekayaan ataupun bisnis nya secara mulus karena telah mudah untuk menelusuri seberapa banyak kekayaan dan sumber kekayaan yang didapat oleh para pejabat.
Pada dasarnya saat pejabat mendapatkan amanah dari rakyat yang memilihnya secara terbuka, maka semua laporan kerja dan harta benda yang ia dapatkan dari jabatan tersebut harus di sampaikan kepada seluruh rakyat yang ia pimpin dalam hal ini bisa dikemas di media yang semua orang bisa melihatnya. Ketika hal itu tidak dilakukan maka tidak tercermin dalam jiwa pelayan negara tersebut rasa terima kasih dan asas keterbukaan publik.
Satu hal yang barangkali dirasa tidak perlu bagi beberapa pejabat yang merasa dirinya sudah bekerja secara profesional namun, rakyat berhak mengetahui apa saja yang sudah dikerjakan oleh pemegang kebijakan yang ia pilih. Asas keterbukaan saat ini sangat ditekankan terutama bagi pejabat yang dipilih langsung oleh rakyat maka beban transparansi lebih dari pada pejabat pubik yang tidak dipilih langsung oleh rakyat.
Selayaknya publik figur yang selalu tampil di media, pejabat negara juga harus bergaya dengan lentur dan terbuka bukan sebagai gambaran pencitraan atau sebagainya namun asas dasar pejabat publik harus melaporkan seluruh pekerjaan pada pemegang kedaulatan tertinggi yakni rakyat. Disamping itu dibutuhkan landasan filosofis dan manajerial yang baik untuk membuat dan membawa arah bangsa kedepan sesuai tuntutan zaman yang tidak lagi berpaku pada diskursus politik dalam negeri dan problematikanya namun lebih dari itu harus tergambar visi untuk bersaing secara teknologi yang menjadi andalan bagi negara maju.
Transparansi setidaknya memiliki tiga aspek kritis (1) Berkaitan dengan ketersediaan informasi (avaibility of information), (2) kejelasan peran dan tanggung jawab di antara lembaga yang merupakan bagian dari proses-proses yang diperlukan transparansinya dan (3) sistem dan kapasitas dibalik produksi itu serta jaminan informasi yang tersistemik itu. ketiga aspek kritis ini saling memiliki keterkaitan, karena ketersediaan sistem informasi saja tidak cukup kalau tidak ada penjelasan tentang peran dan tanggung jawab masing-masing lembaga yang terlibat dalam berbagai proses yang berlangsung/ terjadi, dimana semua itu harus dijamin berdasarkan sebuah sistem yang pasti. Kontrak sosial antara pemerintah dan rakyat merupakan fondasi awal transparansi pejabat publik, dimana negara dengan pemerintahannya hadir untuk menjamin hak-hak hidup warganya, yang semuanya berujung pada penciptaan masyarakat yang sejahtera.
Dengan konsep seperti itu maka pemerintah pada semua program yang dilaksanakan haruslah dilandaskan pada konformasi seperti apa yang dikehendaki oleh rakyat. Dalam konteks ini, ruang publik(public sphere) haruslah selalu tersedia atau dibuka seluas-luasnya untuk memungkinkan masyrakat menyampaikan aspirasi dan langsung sampai pada pemerintahan yang dituju.
Jika dikaitkan dengan akhir-akhir ini, maka terlihat masyrakat kita banyak yang merasa prihatin akan rendahnya transparansi pejabat publik. Hal ini dikarenakan maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh pemerintah yang seolah-olah hal itu tidak terlacak oleh aparat enegak hukum dan pengawas keuangan negara.
Penyelewengan Jabatan Penting
Sebagai penyelenggara negara yang berpijak pada undang-undang yang berlaku, maka seyogyanya pejabat negara memahami Tupoksi dan bersikap netral pada setiap hal yang berkaitan dengan kebijakan dan aturan yang ia keluarkan.
Realita yang berjalan semakin strategis jabatan di pemerintahan ataupun pada lembaga pelayanan publik maka disaat itulah para pejabat yang merasa punya kewenangan membuat kebijakan yang bermuara pada keuntungan dirinya, memanfaatkan anggaran dana proyek dengan berkolaborasi pada stakeholder yang ia kenali, serta waktu yang tepat untuk menjalankan kelompok atau keluarga untuk dimasukkan dalam jajaran jabatan yang kosong. Hal semacam ini bukan baru terjadi baru-baru ini namun sudah lama terjadi sejak masa penjajahan belanda yang mana para pembantu belanda yang mendapat jabatan strategis melakukan hal yang sama dengan praktik tersebut.
Pembaharuan yang besar perlu dilakukan untuk memperbaiki tatanan pelaksana amanah rakyat, jangan sampai pada kasus-kasus yang sama terus berulang membuat emosional rakyat memuncak. Demoralisasi tidak hanya terjadi pada anak muda yang bertingkah laku melebihi batas kewajaran di lingkungan ia berada namun pada pejabat negara yang notabene orang-orang berpendidikan juga menodai nilai moral jabatan yang mulia tersebut.
Ambisi untuk menguasai yang tidak didasarkan pada dorongan nurani dalam menciptakan keadilan maka hanya berbuah ketimpangan dan mundurnya kebijakan yang seharusnya telah lama dinikmati masyarakat.
Kebijakan yang dibutuhkan secara langsung oleh seluruh elemen masyarakat yakni, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan keadilan di mata hukum. Bila telah mampu menyelesaikan dan membuat terobosan dalam problematika tersebut maka bisa dipastikan pelayan negara yang seperti itulah yang mampu membawa kemajuan dan kesejahteraan.
Permainan Lingkaran Politik dalam persaingan mendapatkan atau mendudiki jabatan pemerintahan tentu ada banyak cara yang tidak jarang terjadi penjegalan secara halus oleh pihak lain. Proses yang pernah dilaksanakan dahulu kala saat menjabat di lembaga tertentu akan dikuliti dan dan dicari celahnya untuk memunculkan atensi publik. Persaingan dalam lingkaran ini merupakan hal yang wajar dan tidak menjadi masalah bila disikapi dan perjalanan pemerintahan terbukti bersih, namun akan munculkan problematika baru bila realita sebelumnya terjadi pemerintahan yang korup dan hedon maka saling sikut untuk membersihkan nama terus digencarkan.
Bukan hal yang salah esensinya mencari celah atau membuka apa saja yang sudah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya namun akan tejadi konflik kepentingan yang akan memacing perpecahan di kalngan masyrakat yang punya simpati pada sosok yang mereka idolakan. Maka dalam hal ini tidak fire jika ada perseteruan yang sengaja dibiarkan tanpa ditindak lanjut oleh aparat penegak hukum. Pelaksana pejabat yang dengan jujur memberikan dan menginformasikan setiap hal yang ia rencakan maka akan menciptkan kelompk baru yang diarasa berseberangan pada kelompk yang sudah teken kontrak pada pihak-pihak yang hanya ingin cepat mendapat proyek pemerintah lewat jalur uang panas
Masyarakat yang terpolarisasi
Pendidikan politik indonesia sampai saat ini masih belum menyentuh angka yang signifikan hal ini terlihat dari hari ini masyarakat sudah mulai terkotak-kotak oleh beberapa isu yang masih belum jelas kebenarannya. Hal ini harus segera diselesaikan secara aturan, bahwa bila terus memandang remeh hal ini maka siapapun yang melenggang mencalonkan diri dalam pemilu dengan berbagai latar belakang dan rekam jejak jabatannya, akan dengan mudah menggembosi isu yang ia inginkan.
Bukan hal seperti itu yang seharusnya diangkat ke publik, namun harus pada hal hal yang konkrit pada apa rencana yang akan di bangun terlebih pada kasus-kasus pejabat yang terkena OTT KPK karena jabatannya. Karena hal-hal itula yang sangat menentukan seberapa peduli para calon pejabat publik untuk menyelesaikan hal yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun. Itikad kemajuan yang diharapkan oleh rakyat tidak ada gunanya jika dalam jiwa para pejabatnya ingin membuat gerakan cantik demi mengisi ruang kosong pada kesenangan pribadi.
Pelaksanaan demokrasi yang hanya menjadi formalitas saat pemilu namun esensinya hanya mengganti para pemain yang memperkaya dan menaikkan kelas sosial. Maka sudah sepantasnya memikirkan sudah sejauh mana rumusan demokrasi dan transparansi publik yang selalu digaungkan setiap pesta demokrasi.
No comments:
Post a Comment