Fokussumatera.com - Rabu 27 September 2023 lalu, Departemen Sejarah FIS UNP menjadi tuan rumah kegiatan Launching dan diskusi buku ‘Dunia Revolusi: Perspektif dan Dinamika Lokal pada Masa Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949” dan buku “Melewati Batas: Kekerasan Ekstrem Belanda dalam Perang Kemerdekaan Indonesia, 1945-1949”di UNP Hotel and Convention Center. Kegiatan ini dibuka langsung oleh Wakil Rektor (WR) I UNP, Dr. Refnaldi, S.Pd., M.Litt.
Narasumber melibatkan peneliti dari Belanda yakni Direktur KITLV, Prof. Gert Oostindie; Ireen Hogenboom, Project Manager KITLV, Dr. Abdul Wahid (Univerditas Gadjah Mada), Dr. Remy Limpach (NIOD), Prof. Bambang Purwanto (Univerditas Gadjah Mada), Dr. Yulianti (Univerditas Gadjah Mada), Dr. Erniwati, S.S., M.Hum (Universitas Negeri Padang). Turut hadir sebagai pembahas buku, Hendra Naldi S.S, M.Hum (Universitas Negeri Padang) dan Dr. Zulqayyim, M.Hum (Universitas Andalas). Direktur KITLV Prof. Gert Oostindie dan Dr. Abdul Wahid secara simbolik menyerahkan buku tersebut sebagai kenang-kenangan untuk untuk UNP yang diterima oleh WR I UNP, Dr. Refnaldi, S.Pd., M.Litt dan untuk laboratorium Departemen Sejarah UNP yang diterima oleh Kepala Departemen Sejarah FIS UNP, Dr. Aisiah, M.Pd.
Dua buku yang didiskusikan adalah luaran projek penelitian kerjasama KITLV, NIOD, NIMH dengan para peneliti Indonesia di bawah koordinasi UGM. Hasil riset yang dituangkan dalam dua buku ini mengungkap penderitaan yang muncul akibat perang yang tidak hanya dirasakan oleh Indonesia tetapi juga veteran Belanda. Buku “Melewati Batas: Kekerasan Ekstrem Belanda dalam Perang Kemerdekaan Indonesia, 1945-1949” ditulis oleh para peneliti Belanda tanpa ada intervensi dari pemerintah Belanda dalam penulisannya.
Hal menarik dalam buku adalah diperkenalkannya sebuah perspektif baru terkait refleksi kritis kondisi tahun 1945-1949. Buku ‘Melewati Batas’ mengangkat isu konseptual yang selama ini dipahami bahwa Indonesia merdeka tahun 17 Agustus 1945, lalu Belanda baru mengakuinya 27 Desember 1949 dan ini lah yang menjadi konflik sebetulnya diantara kedua negara waktu itu.
Dalam presentasinya, Zulqayyim menjelaskan buku tersebut mencoba mencari titik temu, bahwa memang 17 Agustus 1945 adalah hari kemerdekaan Indonesia. Tapi pada satu sisi, itu dimaknai sebagai proses terbentuk sebuah negara kesatuan Indonesia di Nusantara. Sehingga memang benar bahwa 17 Agustus 1945 Indonesia sudah merdeka, namun belum terbentuk sebetulnya negara secara utuh karena masih berproses baik di dalam ataupun di luar.
Pada sisi lain, konteks “proses terbentuk” itu bagi pihak Belanda menginginkan Indonesia menjadi sebuah negara federasi dibawah naungan kerajaan Belanda. Uniknya ini lah yang membuat periode 1945-1949 menjadi periode yang sangat krusial hingga terjadi perang dan perlawanan dimana-mana di Indonesia sehingga muncul istilah “kekerasan ekstrem“.
Prof. Bambang Purwanto, bahkan menyebutkan bukan ‘melewati batas’, tetapi ‘kelewat batas’ dengan ekpresi yang tegas namun tenang. Buku ‘Melewati Batas’ memberi perspektif baru bagi pembaca untuk memahami bahwa masa perang kemerdekaan itu menarik dikaji baik dari sisi Belanda ataupun dari sisi kita bangsa Indonesia.
Diskusi mengenai buku “Dunia Revolusi: Perspektif dan Dinamika Lokal pada Masa Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949” yang ditulis oleh 16 orang peneliti. Dari jumlah tersebut 10 diantaranya peneliti dari Indonesia dan 6 dari peneliti belanda, enam peneliti terlibat diantaranya adalah perempuan dua dari peneliti belanda dan empat peneliti perempuan dari Indonesia. Penulisan buku ini dinaungi oleh berbagai universitas dan lembaga di Indonesia, turut bangga salah satu Dosen Sejarah Universitas negeri Padang terlibat dalam penelitian ini yakni Dr. Erniwati, S.S., M.Hum.
Buku Dunia Revolusi merupakan produk hasil penelitian kolaboratif UGM-KITLV-NIOD-NIMH.
Penelitian ini adalah satu-satunya proyek penelitian yang bersifat kolaboratif dimana didalamnya para peneliti Indonesia bekerjasama, berdialog, dan berbagi dengan para peneliti dari Belanda. Tujuannya untuk mempertemukan dan mendialogkan dua tradisi histiografi yang sudah lama terpisah ucap Abdul Wahid dalam presentasinya.
Buku ‘Dunia Revolusi’ menawarkan dua fokus yang berbeda. Hasil penelitian yang ditulis pihak Belanda intinya mengungkap mengapa tentara Belanda melakukan kekerasan yang dilihat sebagai “kekerasan ekstrim” atau sebagai kekerasan struktural, apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana dan apa penyebabnya.
Sementara fokus hasil kajian para peneliti Indonesia bukan bermaksud tidak menjadikan kekerasan sebagai fokus utama, tapi ingin melihat apa makna revolusi itu bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan, kekerasan dan dampaknya terhadap rakyat Indonesia, khususnya pada berbagai kelompok terutama kelompok marjinal.
Dr. Erniwati, S.S., M.Hum sebagai salah satu penulis buku dunia revolusi mengkaji tentang ‘Kehidupan Sehari-Hari Komunitas Tionghoa Padang Sumatra Barat 1945-1949’.
Pada sub bab ini dipaparkan bahwa memang Jalinan Tionghoa dengan Republik itu berada di tengah tensi yang selalu mengalami dinamika naik turun. Sub-bab ini dengan jelas memuat narasi sejarah mengenai bagaimana kehidupan komunitas Cina dalam situasi yang sulit.
Menarik untuk pembaca ketahui bahwa dalam lounshing dan diskusi buku ini disebutkan bahwa kedua buku menawarkan beberapa kebaharuan yang diantaranya keinginan untuk menunjukkan bahwa ada sebuah kompleksitas yang luar biasa dalam periode revolusi atau perang kemerdekaan 1945-1949.
Agenda Launching dan diskusi buku ini menghasilkan sebuah kesimpulann bahwa sebagai projek kolaboratif kedua buku tersebut menghasilkan historiografi yang baru dan saling melengkapi mengenai pembahasan masa perang atau revolusi kemerdekaan Indonesia 1945-1949.
Kedua buku ini memberi pemahaman bagi kita bahwa sejarah itu mengajarkan kejujuran dan juga mengandung nilai-nilai kemanusiaan.(***)
No comments:
Post a Comment