Irman Gusman saat mengecek TPS di Kecamatan Padang Timur (13/7/2024) |
FS.Padang(SUMBAR)- Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Irman Gusman mengatakan, Pemungutan Suara Ulang (PSU) DPD di Sumatera Barat (Sumbar) menjadi pembelajaran bagi penyelenggara pemilu.
Hal tersebut disampaikan Irman usai mengecek Tempat Pemungutan Suara (TPS) PSU DPD RI Sumbar di kawasan Andalas, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang pada Sabtu (13/7/2024) siang.
"PSU DPD RI di Sumbar ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak, terutama penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) agar bekerja dengan sungguh-sungguh, bekerja berdasarkan sumpah yang telah mereka ambil, tidak tergoda iming-iming oleh siapapun dan pihak manapun," katanya kepada awak media.
Selain itu, katanya, PSU DPD RI menjadi yang pertama dalam sejarah, khususnya di Sumbar sejak kehadiran lembaga perwakilan daerah tersebut 20 tahun silam.
"Apa yang terjadi kali ini (PSU DPD RI Sumbar) merupakan cerminan dari demokrasi yang berjalan dengan baik. Ini menjadi pembelajaran agar tidak lagi terjadi PSU-PSU lainnya di kemudian hari," katanya.
Irman Gusman mengaku perjuangan dirinya di Mahkamah Konstitusi (MK) hingga bisa terselenggaranya PSU merupakan wujud dari tegaknya demokrasi dan hak politik setiap warga negara.
"Demokrasi bisa bertumbuh dan berkembang dengan nilai yang ada di budaya bumi Nusantara. Minangkabau memberikan kontribusi besar bagi demokrasi. Saya merupakan wajah atau representasi Minangkabau di tingkat Nasional," katanya.
Selain itu, Irman Gusman berharap agar anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke depan lebih menjaga integritas agar sengkarut pemilu hingga berujung kepada PSU tidak terjadi.
"Panitia Seleksi (Pansel) harus lebih jeli lagi dalam memilih anggota KPU. Kita tidak mengharapkan adanya PSU, namun PSU DPD RI ini merupakan kemenangan bagi seluruh masyarakat Sumbar. Lebih kurang Rp350 miliar dikucurkan negara dalam PSU ini," katanya.
Sebelumnya, Ketua Forum Wali Nagari (Forwana) Sumbar, Zul Arfin mengatakan, penyelenggaraan PSU merupakan wujud nyata tegaknya demokrasi atas hak-hak politik seseorang untuk dipilih dan memilih dalam pesta demokrasi.
"Perintah untuk menyelenggarakan PSU juga sebagai bentuk kemenangan masyarakat Sumbar serta sejarah untuk pertama kalinya PSU DPD dilaksanakan setelah putusan MK," katanya.
Penyelenggaraan PSU hasil putusan MK yang diajukan Irman Gusman, katanya, merupakan bentuk nyata dari keberanian dan kegigihan tokoh politik dari Minangkabau untuk bisa berbicara lebih banyak di tingkat nasional.
"Perlu diketahui bersama, DPD itu merupakan utusan dari daerah di tingkat pusat yang didirikan berdasarkan amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dan amanat itu harus dilaksanakan. Anggota DPD berkepentingan memperjuangkan aspirasi dan usulan dari daerah," katanya.
Tanpa melihat siapa pihak yang mengajukan gugatan hingga memenangkannya dan berujung kepada PSU, Wali Nagari Pasia Laweh, Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam itu menilai kebijakan terhadap PSU juga membuktikan bahwa masih tegaknya keadilan dan mengembalikan kepercayaan publik kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan MK yang belakangan tengah disorot publik.
Selain itu, kata Zul Alfin, PSU juga secara tak langsung menghidupkan ekonomi masyarakat karena melibatkan sejumlah pihak, seperti Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS), petugas perlindungan masyarakat (Linmas) hingga Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
"Karena tidak bisa ditampik, setelah Pemilu 2024 lalu, baik penyelenggara ataupun peserta mengalami kelelahan, baik dari fisik dan finansial, namun dengan adanya PSU justru bisa menghidupkan lagi semangat dan ekonomi atau perputaran uang secara tak langsung, mengingat anggaran untuk PSU ini sebesar Rp250 miliar," katanya.
"Artinya, Sumbar bisa mendatangkan uang dari pusat untuk masuk ke daerah sehingga bisa menghidupkan roda perekonomian masyarakat secara tak langsung serta penyelenggara atau pelaksananya. Namun, untuk menegakkan dan menjalankan demokrasi, berapapun biayanya itu tidak usah dipersoalkan," katanya.
Keberadaan Nagari, katanya, juga merupakan bentuk nyata dari otonomi daerah yang ada di Minangkabau. "Jadi fungsi DPD itu sejatinya sudah berjalan dari tingkat Nagari," katanya.
Senada dengan itu, Pengamat Politik dari Universitas Andalas (Unand), Prof Asrinaldi mengatakan, penyelenggaraan PSU DPD merupakan wujud nyata dari proses demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik.
"Meski tidak bisa ditampik bahwa konfigurasi calon terpilih bisa saja berubah, namun bukan itu poinnya, namun lebih kepada tegak dan berjalannya demokrasi. Soal biaya PSU yang mahal, saya rasa itu tidak bisa juga diperdebatkan, ini bagian dari resiko berdemokrasi," katanya.
Setiap masyarakat, katanya, mempunyai hak dipilih dan memilih sesuai dengan amanat Undang-undang dan prinsip itu dipakai oleh Irman Gusman selaku Calon Anggota DPD RI dan juga masyarakat.
"PSU terjadi akibat KPU tidak bisa mengejawantahkan atau menginterpretasikan dengan baik terhadap putusan hakim terhadap seorang calon legislatif, sehingga putusan itu berakibat dilaksanakannya PSU," katanya.
KPU, katanya, bahkan bisa dituntut secara pidana atau perdata jika menghalang-halangi hak politik seorang warga negara.
"Bahkan seharusnya mereka bisa dipidana jika terbukti menghalangi-halangi hak politik seseorang. Kecuali itu TNI-Polri aktif yang tak punya hak dipilih ataupun memilih, bahkan seorang ASN dan karyawan BUMN pun masih mempunyai hak memilih. Jadi hak dipilih dan memilih itu hak semua warga negara," katanya.
Meski demikian, Prof Asrinaldi juga menegaskan bahwa penyelenggaraan PSU DPD RI harus dilaksanakan secara maksimal karena tidak dilaksanakan berbarengan dengan Pilpres dan Pileg.
"Kalau pada Pemilu Februari 2024 lalu, orang memilih dalam satu paket, sehingga tidak terlalu peduli dengan apa namanya DPD itu apa dan tugasnya seperti apa. Sehingga yang patut diperhatikan adalah partisipasi masyarakat, apakah akan naik, stabil seperti Pemilu 2024 atau turun? Peran KPU dan pemerintah daerah sangat penting di sini, karena banyak masyarakat awam yang belum paham DPD itu apa, karena DPD ini masih banyak diketahui di kalangan atas saja. Saya melihat sosialisasi KPU di sini juga masih sangat kurang, bahkan (mungkin) ada yang tidak mendapatkan undangan untuk memilih," tuturnya. (*)
No comments:
Post a Comment