Jumat, 14 Maret 2025

Breaking News

IMG-20250220-WA0029

Friday, March 14, 2025

demo-image

Darah di Hutan Mentawai: Tragedi Sagu, Sikerei, dan Perburuan Panjang

 


4ff8c9f0163078428ca041536d8ffdb573e8c5a92468a05fb32025fcd143750a.0-1
Polisi dari Polres Kepulauan Mentawai dan Brimob Polda Sumbar menangkap BKS (40), tersangka pembunuhan di Dusun Buttui, Desa Madobag. (Dok: Polres Mentawai)






FS. Mentawai - Mentawai, pulau yang dikenal dengan keindahan alamnya yang eksotis dan kearifan lokalnya yang kental, mendadak diwarnai tragedi berdarah. Sebuah perselisihan sederhana mengenai pohon sagu berujung pada pembunuhan brutal, yang akhirnya memicu perburuan panjang terhadap seorang Sikerei pemuka adat yang dihormati di tanah Mentawai.


Setelah hampir lima bulan buron, BKS (40), pelaku pembunuhan sadis terhadap dua kerabatnya di Dusun Buttui, Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, akhirnya berhasil diringkus. Polisi dan Brimob Polda Sumatera Barat harus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari medan berat hingga faktor sosial-politik, sebelum akhirnya dapat menangkapnya tanpa perlawanan pada awal Maret 2025.


Namun, di balik penangkapan ini, tersembunyi kisah yang jauh lebih kompleks tentang adat, kepercayaan, dan pilihan hidup seorang Sikerei yang akhirnya harus menghadapi keadilan.


Awal Tragedi: Pohon Sagu yang Disakralkan

Konflik yang berujung pada pembunuhan ini bermula dari sesuatu yang tampak sepele: pohon sagu. Di Mentawai, sagu bukan sekadar sumber makanan, tetapi juga memiliki nilai spiritual yang mendalam bagi masyarakat adat. Beberapa keluarga menganggap pohon tertentu sebagai sakral, simbol leluhur yang tak boleh sembarangan ditebang.


Pada sebuah pertemuan adat di balai dusun, OK (50), salah satu korban, menumbangkan pohon sagu yang disakralkan oleh keluarga BKS. Meski OK berjanji akan menggantinya, amarah sudah terlanjur membakar emosi yang telah lama terpendam. Perdebatan di antara mereka semakin panas, hingga AOK (76), korban lainnya, mengeluarkan sebilah pisau dalam upaya membela OK.


Momen itu menjadi pemicu bencana.


BKS, yang saat itu sudah tersulut amarahnya, seketika meraih parang sepanjang 65 cm yang selalu dibawanya. Tanpa pikir panjang, ia mengayunkannya dengan brutal. Dalam hitungan detik, darah bercucuran di tanah adat Mentawai. OK dan AOK meregang nyawa di tempat.


Pelarian ke Hutan: Buronan yang Menghilang dalam Kabut

Setelah peristiwa mengerikan itu, BKS menghilang tanpa jejak. Sebagai seorang Sikerei dukun tradisional Mentawai ia memiliki pemahaman mendalam tentang hutan. Ia tahu bagaimana berbaur dengan alam, mencari perlindungan di antara pepohonan raksasa dan semak belukar yang lebat.


Tim Polres Kepulauan Mentawai dan Brimob Polda Sumbar segera memburu tersangka. Namun, pencarian mereka tak semudah yang dibayangkan. Kondisi geografis yang sulit, hutan yang luas dan penuh jebakan alami, serta dukungan terselubung dari beberapa warga yang masih menghormati BKS sebagai Sikerei, menjadi tantangan besar bagi aparat penegak hukum.


Pada awal Februari 2025, keluarga tersangka sempat mencoba menempuh jalur damai. Mereka berusaha membujuk BKS agar menyerahkan diri. Namun, bagi seorang Sikerei, penangkapan bukan sekadar hukuman duniawi. Ada keyakinan mendalam bahwa jika ia menyerah, harga dirinya sebagai pemuka adat akan runtuh. Maka, ia memilih terus bersembunyi.


Hingga akhirnya, pada 1 Maret 2025, setelah pengintaian panjang, tim kepolisian berhasil menemukan lokasi persembunyiannya. Tanpa perlawanan, BKS akhirnya ditangkap.


Menghormati Adat: Sikerei dan Rambut yang Tak Boleh Dipotong

Penangkapan ini bukan sekadar proses hukum biasa. Ada nilai-nilai adat yang harus dihormati. Salah satunya adalah larangan memotong rambut Sikerei.


Dalam kepercayaan masyarakat Mentawai, rambut Sikerei adalah bagian dari kekuatan spiritualnya. Memotongnya berarti melemahkan jiwanya, bahkan bisa menyebabkan kematian. Kapolres Kepulauan Mentawai, AKBP Rory Ratno, memahami hal ini dan memutuskan untuk tidak melanggar adat tersebut.


“Kami menghormati tradisi tersebut dan tidak memotong rambut tersangka dalam proses penangkapan,” ujar AKBP Rory.


Akhir Perjalanan: Dari Hutan ke Jeruji Besi

Setelah penangkapan, BKS langsung dibawa ke Padang dan dititipkan di sel Mapolda Sumbar untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Polisi juga mengamankan barang bukti berupa parang yang digunakan untuk membunuh korban, serta pisau milik salah satu korban yang ditemukan di lokasi kejadian.


Kini, BKS menghadapi ancaman pidana seumur hidup. Perjalanannya sebagai seorang Sikerei yang dihormati berakhir di balik jeruji besi. Masyarakat Mentawai pun terbelah antara mereka yang menganggapnya sebagai pembunuh keji dan mereka yang melihatnya sebagai korban dari benturan tradisi dan hukum modern.


Tragedi ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga tentang bagaimana adat dan modernitas kadang bertabrakan dalam satu ruang. Dusun Buttui, yang selama ini dikenal sebagai ikon wisata budaya, kini menyimpan kisah kelam tentang darah, dendam, dan kehormatan yang dipertaruhkan. (tip-dg/FS)



No comments:

Post a Comment

About Me

Pages

SELAMAT DATANG DIlogo+sumatera+fokus SEMOGA BERMANFAAT!