FS.Dharmasraya(SUMBAR) - Ketika Annisa Suci Ramadhani dilantik sebagai Bupati Dharmasraya pada 20 Februari 2025 lalu oleh Presiden Prabowo, wajah-wajah penuh tanya tersebar di ruang publik. Ia muda dan Ia perempuan.
Ia memimpin di sebuah kabupaten di pintu masuk Provinsi Sumatera Barat yang dikenal sarat adat dan nilai-nilai konservatifnya. Tak sedikit yang meragukan: mampukah Bundo Kanduang benar-benar membawa perubahan? Atau hanya akan menjadi simbol politik belaka?
Namun satu bulan berselang, skeptisisme itu mulai mencair. Tak melalui retorika panjang, tapi lewat kehadiran nyata, keputusan strategis, dan langkah-langkah nyata di lapangan maupun di meja birokrasi.
*Dari Hari Pertama, Tak Menunda Langkah*
Usai pelantikan, tak ada pesta besar. Alih-alih memulai masa jabatannya dengan seremoni dan jamuan, Annisa langsung menggelar rapat kerja dengan seluruh kepala OPD, bahkan secara daring dari luar daerah. Karena saat itu ia mesti menjalani masa retreat di Magelang.
Di forum itu, ia menyampaikan pesan yang jelas: aparatur harus melayani, bukan dilayani; anggaran harus tepat guna, bukan untuk gaya-gayaan; dan pembangunan harus menyentuh masyarakat, bukan sekadar menggugurkan program.
Tak lama berselang, Dharmasraya dilanda banjir. Sungai-sungai meluap, pemukiman tergenang. Bupati muda nan cantik itu tak menunggu laporan di meja. Ia turun langsung ke lokasi terdampak, berdialog dengan warga, memimpin koordinasi penanganan darurat, bahkan ikut berbaur bersama warga.
Tidak sekadar formalitas. Kehadirannya membuktikan bahwa empati adalah salah satu fondasi utama kepemimpinannya.
"Beliau datang langsung menjabat tangan kami, duduk berdampingan tanpa protokoler berlebihan, mendengar apa yang kami sampaikan. Kami merasa dihargai," ujar salah seorang warga Nagari Banai Kecamatan Sembilan Koto, yang rumahnya terdampak banjir.
*Membuka Benang Kusut APBD*
Namun tantangan sebenarnya justru datang dari dalam: tumpukan persoalan struktural di tubuh pemerintahan, terutama persoalan fiskal. Saat memimpin Musrenbang RKPD 2026, Annisa secara terbuka mengungkapkan bahwa kondisi keuangan daerah sedang tidak baik-baik saja. Ketergantungan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat masih tinggi. Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) stagnan, bahkan menurun di beberapa sektor.
Dalam pemaparannya di hadapan forum lintas sektoral itu, Annisa tidak mengkesankan bahwa ia orang baru di dunia pemerintahan. Dirinya tampak menguasai betul seluk-beluk keuangan daerah. Apa yang ia paparkan mengalir begitu saja. Runut dan tuntas. Para hadirin yang terdiri dari pejabat utama pemerintahan, instansi vertikal, akademisi, ormas tampak menyimak dengan seksama apa yang Annisa sampaikan.
Ia mengajak seluruh elemen Pemkab Dharmasraya untuk jujur melihat persoalan dan bersama mencari solusi. Tak berhenti pada wacana, ia langsung membuat gebrakan. Salah satunya: menunda pengadaan mobil dinas baru. Alih-alih memesan kendaraan mewah, ia memilih menggunakan kendaraan dinas lama. Bukan hanya dirinya, tapi juga untuk wakil bupati dan unsur pimpinan DPRD.
Keputusan ini selaras dengan instruksi efisiensi Presiden RI, sekaligus menjadi sinyal bahwa penghematan bukan hanya slogan. Di masa sulit, pemerintah harus memberi contoh.
Tak hanya itu. Annisa juga menerbitkan edaran yang melarang ASN meminta atau menerima gratifikasi, termasuk dalam bentuk THR. Langkah ini menegaskan bahwa pemerintahan di bawah kepemimpinannya tak akan mentolerir praktik yang mengarah pada korupsi, kolusi, dan nepotisme—sekalipun dalam bentuk yang selama ini dianggap “lazim”.
*Menjemput Program ke Jakarta*
Menyadari bahwa APBD saja tak cukup untuk membiayai pembangunan daerah, Annisa bergerak cepat ke Jakarta. Dalam waktu singkat, ia menemui Wakil Menteri PUPR, menyampaikan proposal pembangunan jalan nasional, irigasi teknis, dan program air bersih. Ia tak datang membawa wacana, tapi membawa data dan perencanaan detail.
Ia juga mendatangi PLN dan Telkomsel, memperjuangkan agar listrik segera masuk ke Jorong Jao, Nagari Panyubarangan, yang sejak Indonesia merdeka belum pernah merasakan terangnya bohlam.
Sementara di hadapan petinggi Telkomsel, ia mendesak pembangunan BTS di delapan nagari yang masih mengalami blank spot sinyal. Di era digital, katanya, keterisolasian bukan lagi pilihan.
Untuk memperkuat akses ke pusat, ia juga bersinergi dengan tokoh nasional asal Sumbar, seperti anggota DPR RI Andre Rosiade dan Alex Indra Lukman. Baginya, kolaborasi adalah kunci percepatan pembangunan, bukan soal afiliasi politik.
*Dari Rakyat Badarai hingga Lingkar Elit*
Yang menarik, Annisa punya kemampuan adaptasi yang luar biasa. Meski terlahir dari keluarga berkecukupan, punya pergaulan elit dengan petinggi negara, dan mengenyam pendidikan yang memupuni bahkan sampai ke Amerika. Putri tercinta Marlon Martua, Bupati Dharmasraya periode 2005-2010 dan Rafnelly Rafky itu tetap mampu membumi bersama rakyat.
Meski tak segan bertegas-tegas dengan para pejabat Pemkab Dharmasraya, di tengah masyarakat ia justru hadir dengan gaya egaliter. Ia duduk sepataran dengan warga, menyantap makanan sederhana, dan mendengar keluh kesah secara langsung.
Di banyak kesempatan, ia menolak terlalu menggunakan protokoler yang menciptakan jarak. Senyumnya selalu mengembang hangat saat diajak warga berswafoto. Ia menjadi pemimpin populis di mata rakyatnya.
Namun di ruang-ruang elit Jakarta, ia juga tak canggung tampil luwes. Selalu percaya diri. Ia tahu kapan harus bicara data, kapan harus bicara diplomasi. Ia bisa berkomunikasi cair dengan pejabat selevel Menteri.
Salah satu momen penting terjadi saat Salat Idul Fitri 1446 H di Masjid Agung Dharmasraya. Di hadapan ribuan jemaah, ia menyampaikan pesan-pesan damai, mempererat ukhuwah, dan menekankan pentingnya menjaga persatuan pasca-Ramadhan dan Pilkada. Pesannya menyentuh, bukan karena tinggi bahasa, tapi karena tulus dan kontekstual.
*Pemimpin Perempuan di Tengah Budaya Maskulin*
Sebagai perempuan pertama yang memimpin kabupaten di Sumatera Barat, Annisa paham betul bahwa ia menghadapi beban ganda. Ia harus membuktikan diri bukan hanya sebagai pemimpin yang cakap, tapi juga sebagai perempuan yang mampu bertahan di kultur politik yang selama ini maskulin.
Namun ia tidak tampil agresif atau defensif. Ia justru hadir dengan pendekatan baru: kerja konkret, komunikasi terbuka, dan keberanian mengambil keputusan. Ia tak banyak menjanjikan, tapi berupaya menghadirkan hasil.
“Saya tidak ingin menjawab keraguan dengan pernyataan, saya ingin menjawabnya dengan kerja nyata.” katanya saat berkampanye dahulu.
*Satu Bulan, Membawa Sejuta Optimisme*
Dalam satu bulan pertamanya menjabat, Annisa telah menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah kecil tapi konsisten. Ia tidak hadir untuk pencitraan, tapi untuk membangun kepercayaan. Ia tidak menjual mimpi, tapi menawarkan harapan yang dirancang dengan kerja.
Kini, publik Dharmasraya mulai melihat bahwa mereka tidak hanya punya bupati baru, tapi juga cara baru dalam memimpin. Cara yang lebih rasional, dan lebih progresif.
Annisa telah memulai jalan panjangnya sebagai pemimpin. Dan satu bulan pertama ini cukup untuk menyalakan harapan, membawa sejuta optimisme bahwa masa depan Dharmasraya bisa ditulis dengan tangan yang lebih bersih dan hati yang lebih tulus.(****)
No comments:
Post a Comment